Merawat karang
Budidaya transplantasi karang telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir oleh sejumlah kelompok warga.
Kegiatan budidaya itu, baik keramba maupun karang, pun sebenarnya bisa menjadi alternatif wisata. Menyaksikan bagaimana nelayan merawat ikan atau belajar melakukan transplantasi karang adalah pengalaman yang menarik.
Merawat ikan kerapu di keramba ternyata sangat sulit. Kerapu-kerapu itu harus diperlakukan layaknya bayi.
Speedboat yang mengantarkan wisatawan ke Pulau Panggang (Kompasiana.com/ Wilda Hikmalia)
Dalam jangka waktu tertentu, ikan-ikan itu harus dimandikan untuk menghilangkan parasit yang menempel di tubuhnya.
Transplantasi karang juga menjadi sajian wisata di Pulau Panggang. Jika selama ini wisatawan hanya melakukan adopsi atau menanam karang hasil transplantasi, di Pulau Panggang wisatawan bisa menyaksikan atau mencoba melakukan transplantasi sendiri.
Ismail, salah satu ketua kelompok pembudidaya karang, mengatakan, selama ini yang sudah relatif populer memang melakukan adopsi karang. Biaya untuk adopsi karang ini mulai dari Rp 50.000 untuk jenis rockpile hingga Rp 800.000 untuk model rak.
Pengadopsi karang akan terus mendapatkan informasi tentang perkembangan karangnya melalui e-mail.
Ismail menyebutkan, program wisata konservasi ini seharusnya bisa dikembangkan lagi menjadi wisata pendidikan.
Jadi, wisatawan tidak hanya asal menanam, tetapi juga diberi pengetahuan mengenai pentingnya terumbu karang bagi kehidupan di laut ataupun belajar melakukan transplantasi karang.
Menurut dia, transplantasi karang cukup mudah dilakukan.
”Transplantasi ini upaya konservasi untuk menumbuhkan terumbu karang dari induk yang sudah ada menjadi individu karang baru,” katanya.
Transplantasi dilakukan dengan teknik fragmentasi, di mana bibit karang diambil dari induknya, kemudian ditanam dalam substrat yang terbuat dari semen.
”Hasil transplantasi itu lalu ditanam di laut yang diharapkan untuk melakukan recovery karang yang rusak,” ujarnya.