News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Yogyakarta

Masjid Tawangsari di Yogyakarta yang Bergaya Hindu, Atap Bertingkat, Ujungnya Gada, Ini Dia Maknanya

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Tawangsari di Yogyakarta yang bernuansa Hindu khususnya pada ujung atap berbentuk gada (Tribun Jogja/ Hamim Thohari)

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari

TRIBUNNEWS.COM,YOGYA - Keraton Yogyakarta sebagai sebuah kerajaan Islam membangun sejumlah masjid yang tersebar di beberapa wilayah Yogyakarta.

Di antara masjid yang dibangun oleh keraton Yogyakarta berada di dusun Dukuh, Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Yogyakarta.

Tepatnya sekitar 2 kilometer sebelah selatan ojok Beteng Kulon Yogyakarta.

Masjid tersebut adalah masjid Tawangsari yang dibangun oleh Gusti Pangeran Arya Puger yang merupakan putera dari Sultan Hamengkububowono ke IV.


Teras Masjid Tawangsari di Yogyakarta. Nyaman buat salat sekaligus melepas lelah (Tribun Jogja/ Hamim Thohari)

Menurut Takmir Masjid Tawangsari, HM Fadlan, Masjid tersebut dibangun pada tahun 1878 Masehi.

“Tahun pembangunan masjid tersebut berdasarkan pada sebuah prasasti yang ada di komplek masjid,” ungkap Fadlan.

Awal pendirian masjid tersebut terjadi ketika Gusti Pangeran Arya Puger berkata kepada abdi dalemnya bahwa jika meninggal jenazahnya ingin dimakamkan di Kampung Dukuh.

Setelah itu, Pangeran Puger mengajak beberapa abdi dalem untuk membangun makam.

Setelah membangun makam Pangeran Arya Puger selanjutnya membangun masjid di samping makam.

Gusti Pangeran Arya Puger mendirikan masjid tersebut sebagai sarana untuk menyiarkan ajaran agama Islam, selain itu untuk menguatkan posisi keraton secara politis di tengah masyarakat.

Arsitektur bangunan Masjid Tawangsari mirip dengan bangunan gaya Hindu yang berbentuk Meru.


Jamaah Masjid Tawangsari sedang bersembahyang dan berzikir (Tribun Jogja/ Hamim Thohari)

Atapnya bertingkat dan memiliki ujung berbentuk Gada, filosofinya adalah agar orang selalu meningkat ketakwaannya.

Di dalam ruangan masjid tidak terdapat tiang yang menyangga bangunan masjid.

Meskipun telah berdiri ratusan tahun, tetapi bentuk dan arsitektur masjid masih terjaga keasliannya.

Kayu dan temboknya tetap dipertahankan hingga saat ini.

Hanya beberapa perubahan kecil yang dilakukan oleh pihak takmir masjid, seperti memasang keramik pada lantai masjid.

Untuk menambah daya tampung jamaah, pihak pengurus masjid menambah serambi di sekeliling masjid.

“Penambahan teras yang pernah dilakukan sama sekali tidak merubah bentuk asli masjid,” terang Fadlan

Sampai saat ini masjid Tawang Sari berstatus Masjid keraton Yogyakarta dan berdiri di atas tanah keraton.

Berdasarkan penjelasan Fadlan, pihak Keraton tidak memperkenankan bentuk bangunan masjid dirubah.

Hingga saat ini masjid Tawang Sari masih digunakan sebagai tempat beribadah untuk warga sekitar.

“Kami masih menjalankan tradisi yang ditinggalkan oleh sesepuh, seperti nyadran. Karena di belakang masjid tersebut terdapat makam Pangeran Puger dan pemakaman umum, maka setiap nyadran selalu ramai,” ungkap Fadlan.

Makam Pangeran Puger tidak hanya ramai dikunjungi pada saat nyadran, setiap malam Jum’at makam tersebut ramai dikunjungi oleh peziarah.

Masjid yang mampu menampung lebih dari 200 orang tersebut pada saat Ramada semakin ramai dengan kegiatan keagamaan.

Untuk sholat tarawih diadakan dua kali semalam, yakni pada jam 19.00 untuk salat tarawih 11 rakaat dan pada tengah malam salat tarawih 23 raakat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini