Laporan Reporter Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Masjid unik ini sering disebut warga Banjarmasin sebagai Masjid Kanas, padahal nama resminya adalah Masjid Jami Tuhfaturroghibin.
Disebut Masjid Kanas karena di pucuk kubahnya ada replika buah nenas. Nenas dalam Bahasa Banjar disebut kanas.
Masjid ini, bagi mereka yang tak tahu, jika sekilas melihat akan menyangka sebagai masjid yang baru dibangun di masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Jamaah sedang salat di Masjid Jami Tuhfaturroghibin atau oleh orang Banjarmasin disebut Masjid Kanas (Banjarmasin Post/ Yayu Fathilal)
Ternyata, setelah ditelusuri, usianya sudah sangat tua, yaitu 89 tahun jika dihitung secara tahun hijriyah dan dibangun sebelum kemerdekaan.
Berdasarkan keterangan di sebuah tulisan kaligrafi di tiang guru masjid ini, dijelaskan masjid ini dibangun pada hari Ahad, 11 Muharram 1347 Hijriyah. Jika dikurangi dengan tahun hijriyah sekarang, yaitu 1436, maka hasilnya 89 tahun.
"Berarti setua itulah sudah usia masjid ini. Kalau keterangan pembangunannya secara tahun masehi tidak ada yang resmi, namun menurut penuturan orang-orang tua kami dulu, pembangunannya tak terpaut lama dengan Masjid Jami Banjarmasin yang ada di Jalan Masjid Jami situ," beber Ketua 1 Badan Pengelola Masjid Tuhfaturroghibin, Samsuni Abdullah.
Kisah sejarahnya pun agak mirip dengan Masjid Jami Banjarmasin, yaitu dulunya Masjid Kanas ini posisinya tidak di lokasi yang sekarang di Jalan Alalak Tengah nomor 34 RT 15 RW 02, Kelurahan Alalak Tengah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kode pos 70126.
Masjid Jami Tuhfaturroghibin atau oleh orang Banjarmasin disebut Masjid Kanas, tampak depan (Banjarmasin Post/ Yayu Fathilal)
Dulu lokasinya di seberang sungai dari masjid ini, yaitu di Tatah Masjid.
Karena masjidnya di tepi sungai dan tanahnya erosi, akhirnya dipindah ke lokasi yang sekarang.
Sama dengan Masjid Jami Banjarmasin yang masjid lamanya dipindah ke lokasi yang baru sekarang.
Secara bangunannya, Masjid Kanas ini tampak unik karena sebenarnya masjid ini sudah sangat tua namun tampilan bangunannya modern.
Tak seperti masjid-masjid tua lainnya di Banjarmasin seperti Masjid Jami Banjarmasin atau Masjid Sultan Suriansyah yang masih dipertahankan nuansa kunonya.
Menurutnya, masjid ini sudah beberapa kali diperbaiki karena bahan awalnya berupa kayu ulin sudah banyak yang lapuk.
"Akhirnya diperbarui menjadi lebih modern, bahannya diganti semen. Kalau dulu, bentuk aslinya seperti Masjid Sultan Suriansyah yang kubahnya segitiga lancip dan bertumpang-tumpang. Bagian masjid yang masih berbahan ulin hanya tiang guru dan mimbarnya karena kondisinya masih bagus," jelasnya.
Keunikan masjid ini ada di kubah utamanya. Jika dilihat sekilas, bentuknya sama saja dengan kubah-kubah masjid lainnya yang berbentuk setengah lingkaran dan agak tinggi, namun setelah dikulik, bahan pembuatannya tak seperti kubah masjid pada umumnya yang berbahan seng atau aluminium.
Kubah masjid ini ternyata berbahan tajau dari pasir.
Daerah di sekitar masjid ini sejak dulu memang dikenal sebagai produsen tajau khas Banjar. Tak heran jika kemudian tajaunya pun turut dijadikan kubah masjid ini.
Menurut sejarahnya, dulu masjid ini berbahan kayu ulin dan kubahnya sering goyang diterpa angin. "Soalnya kayu kan ringan. Akhirnya, warga berinisiatif menggantinya dengan tajau yang berat," ujarnya.
Jamaah Masjid Kanas sedang mengamati ornamen bertuliskan huruf arab di dalam masjid (Banjarmasin Post/ Yayu Fathilal)
Proses peletakan tajau sebagai kubahnya pun ada kisah menariknya. Konon, tajaunya dulu dibuat oleh warga setempat bernama Haji Marwan.
Saat hendak mengangkatnya ke atap masjid, Haji Marwan hanya menggunakan beberapa bilah bambu yang beratnya tak seimbang dengan berat tajaunya.
Logikanya, bambunya tentu akan patah, namun pada kenyataan bambu itu malah kuat menopang tajau hingga sampai ke atap masjid.
"Kabarnya, Haji Marwan menggelar ritual adat Banjar, semacam selamatan dengan doa-doa khusus sebelum mengangkat tajau itu dengan bambu," ceritanya.
Selain itu, di pucuk kubah ini diberi replika buah nenas atau kanas oleh warga. Ini bukan berarti tak ada maksudnya.
Secara filosofi orang Banjar, buah nenas mengandung makna yang sarat dengan petuah kehidupan.
Nenas atau kanas disimbolkan sebagai pembersih hati, jiwa dan raga dari segala macam kotoran duniawi.
Simbol ini diambil dari sifat nenas yang jika digosokkan ke besi berkarat pun, karatnya bisa luntur dan besinya kinclong lagi.
"Ibaratnya, kalau orang yang beribadah di masjid ini diharapkan akan bersih jiwa raganya dari segala kotoran duniawi dan nafsu-nafsu jahat," katanya.
Hal ini cocok pula dengan sebuah kosakata Arab, yaitu kanasa yang berarti membersihkan. Oleh sebab itu, masjid ini lebih kondang dengan sebutan Masjid Kanas dibandingkan dengan nama resminya, yaitu Masjid Jami Tuhfaturroghibin.
Soal nama Tuhfaturroghibin itu ternyata diambil dari judul sebuah kitab fikih Islam klasik karangan ulama terkenal di Kalimantan Selatan, yaitu Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.
Pengunjung masjid ini tak hanya warga sekitar, namun para turis dari luar Kalimantan Selatan juga ada.
Mereka mengetahui masjid ini dari internet sebagai salah satu masjid tua dan unik di Banjarmasin. "Ada yang dari Samarinda, mahasiswa Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Yang mahasiswa itu sampai naik ke kubahnya mengukur panjangnya, katanya buat bahan penelitian.
Ada juga yang dari jauh datang ke sini sengaja menggelar selamatan dan berharap prosesnya melahirkan anaknya lancar dan ternyata dikabulkan Allah.
Mereka kemari karena penasaran dengan keunikan kubah tajaunya yang berpucuk buah nenas, namun saya herannya kok warga sini tak ada yang seantusias itu.
Mungkin karena tiap hari lalu lalang di depan masjid ini dan beribadah di sini, jadi sudah biasa saja," sebutnya.
Masjid ini terdiri dari satu lantai saja.
Foto tempo dulu di dinding Masjid Kanas
Tiap hari selalu diramaikan oleh aktivitas ibadah warga setempat, baik yang harian seperti salat wajib maupun yang mingguan seperti pengajian.
Posisi masjid ini di pinggir jalan. Sangat mudah mengenalinya karena dari jauh sudah tampak replika nenas di pucuk kubahnya.
Lokasinya tak jauh dari pusat Kota Banjarmasin. Menuju kemari bisa menggunakan transportasi darat dan sungai.