Jabatan setara hakim agung itu diembannya selama masa kepemimpinan empat ratu: Sultanah Safiatuddin Syah (1641-1645 M), Sultanah Naqiatuddin Syah (1675-1678 M), Sultanah Zakiatuddin Syah (1678-1688 M) dan Sultanah Ratu Kamalat Syah (1688-1699 M).
Jasanya yang begitu besar dikenal lewat peribahasa “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala.”
Syiah Kuala tutup usia pada 23 Syawal 1106 H (1696 M) dalam usia 105 tahun.
Sesuai wasiat ia dikebumikan di kompleks dayah tempat ia mengabdikan ilmunya.
Beberapa murid dan orang-orang terdekatnya juga dimakamkan di komplek tersebut.
Makam Syiah Kuala mudah dikenali karena nisannya lebih tinggi dan besar di antara makam-makam di sekitarnya.
Wisata religi
Sementara yang menjadi daya tarik wisatawan berkunjung kemari adalah ketakjuban dan kuasa Sang Pencipta pada makam ulama besar ini yang tidak rusak saat bencana gempa dan tsunami Aceh, 26 Desember 2004.
Peziarah tak hanya berasal dari Aceh dan daereh lain di Indonesia, tapi juga dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan dari tanah Arab.
Kompleks makam Syiah Ulama, Jalan Syiah Kuala Desa Deah Raya Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Makam Syiah Kuala termasuk dalam situs cagar budaya.
Tempat ini merupakan salah satu destinasi wisata religi yang ada di Kota Banda Aceh.
Peziarah bisa datang kapan saja, tanpa dipungut biaya apapun. Namun jika ingin bersedekah, sebuah kotak amal tersedia di kompleks makam.
Untuk diingat karena ini merupakan makam ulama maka peziarah wajib menggunakan busana muslim.
Letaknya berjarak sekitar 3 Km dari pusat Kota Banda Aceh.