Menurut Aris mesti pagi-pagi ke rumah penjualnya, Yu Sutar atau lebih dikenal dengan sebutan Yu Sumi. Mesti pagi karena dipastikan bakalan antri. Buka jual sih jam 05.30 wib setelah kelar masak, masih anget.
Bacem ulam sapi khas Wonogiri (Kompasiana/ Rahab Ganendra/ Mas Lahab)
Dan jualnya bukan di pasar tapi di rumahnya. Itupun bukan di luar rumah yang keliatan orang dari luar tapi… di samping dapurnya!! Jadi dari luar kagak keliatan dah. Hmmmm jadi ingat Gudeg Pawon Jogjakarta yaaa heheee.
Benar saja jam masih menunjuk mendekati angka 06.00 wib, aku tiba di rumah bergaya Jawa Limasan ala kampong ini namun sudah antri. Ada sekitar 7 orang yang sudah standby…. yaaa bener-bener standby alias berdiri hehee.
Ya sudah antrilah saya. Sambil dengerin obrolan mereka yang khas Jawa banget. Mulai dari obrolan pasar, rumah tangga, anak-anak sampai obrolin si A, si B hehee.
Aku sih lebih sibuk memperhatikan Yu Sumi yang nglayanin pembeli.
Yu Sumi duduk di ‘lincak’, sejenis bangku besar dari kayu. Ada daun jati di sebelah kanannya berikut kertas minyak pembungkus plus straples.
Di depannya persis ada ‘Termos’ nasi berukuran gede, tempat pindang! Sementara di sebelahnya lagi ada rantang berukuran sedang tempat ‘ulam bacem’ alias bacem babat dan tetelan sapi.
Tangan Yu Sumi sangat cekatan saat membungkus satu persatu pindang pesanan. Mengambil pindang dengan centong sedemikian rupa.
Lalu meletakkannya di daun jati yang beralaskan kertas minyak.
seorang pembeli membantu men-straplesnya. Biar cepat mungkin yaaa. Soalnya rerata pembeli masing-masing membeli 10 – 25 bungkus!! Waduh pantesan antrinya makin lamaaaaa hahaa.
Aku sih bertahan, soalnya penasaran rasanya. Aku tengok sekilas saat diletakkan di daun jati seperti mirip ‘petis’. Namun beda warnanya. Kalo petis warnanya lebih coklat gelap.
Kalau pindang ini warnanya lebih terang. Belakangan saat mencicipi rasanya juga beda sih.
Kalau petis ada manisnya, liat, kenyal dan ada ‘balung-balungnya’ (tulang). Kalau pindang ini tulangnya lebih dikit, ada gajih-gajihnya, dan rasanya tidak manis, agak gimanaaa getu. Enak sih. heheheeee
Tak terasa menunggu antrian lama juga yaa. Aku sibukkan diri dengan menengok ke dapur. Dapur ala kampong tentunya. Ada panci besar tempat ‘menanak’ pindangnya.