Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik yang terletak di Jalan Pos Kota Nomor 2, Jakarta Barat, termasuk bangunan bersejarah.
Gedung museum ini diresmikan pada tahun 1870 dahulunya dipergunakan sebagai Lembaga Peradilan Tinggi Belanda atau Raan van Justitie.
Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik. (Tribunnews/Reynas)
"Gedung ini awalnya dibangun sebagai lembaga peradilan Belanda tahun 1870 dan pada masa pendudukan Jepang sempat digunakan sebagai asrama militer," kata Soleh, pemandu wisata museum kepada Tribun Travel, Kamis (27/8/2015).
Pada tahun 1986 sampai 1975 bangunan ini dipergunakan sebagai kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta.
"Barulah pada tanggal 20 Agustus 1976 diresmikan menjadi Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto, kala itu," sambungnya menggunakan pengeras suara.
Rancangan bangunannya bergaya Neo-klasik dengan delapan tiang besar di bagian depan persis seperti bagunan Romawi.
Di museum ini terdapat koleksi lukisan, patung, dan benda seni karya seniman-seniman Indonesia sejak 1800-an hingga sekarang.
Perjalanan Seni Rupa semuanya tertuang bahkan ada pula tembikar kuno dari masa Majapahit sekitar abad ke-14.
Koleksi keramik dari luar negeri juga dikumpulkan di sini di antaranya adalah dari Thailand, Vietnam, Jepang, da Tiongkok yang sangat dilestarikan.
Koleksi keramik dari Tiongkok. (Tribunnews/Reynas)
Adapun area Gazebo Kereta yang pernah digunakan oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla dalam kirab menyusuri bunderan HI sampai Istana Negara pada 20 Oktober 2014.
Koleksi Museum
Sesuai dengan namanya museum ini memiliki dua jenis koleksi berupa seni rupa dan tentunya keramik.
Koleksi seni rupa terdiri dari lukisan, sketsa, patung, dan totem kayu.
Koleksi-koleksi tersebut beberapa memiliki keunggulan yang amat penting bagi sejarah perkembangan seni rupa Indonesia.
Di antaranya lukisan Bupati Cianjur karya Raden Saleh, Pengantin Revolusi karya Hendra Gunawan, Pejuang karya Agus Djaya.
Selain itu ada Maka Lahirnya Angkatan 66' karya S. Sudjojono, Perjuangan karya Sudjono Kerton, Potret Diri dan Topeng karya Affandi, Kustiyah karya Sudarso, Wanita karya R. Basuki Abdullah, dan Klenteng karya Abas Alibasyah.
Museum ini memiliki koleksi patung bercirikan klasik tradisional dari Bali.
Totem kayu yang magis dan simbolis karya I Wayan Tjokot dan keluarga besarnya.
Serta terdapat totem dan patung kayu karya seniman modern A.I.G Sidharta dan Oesman Effendi.
Sementara koleksi keramik terdiri dari keramik lokal dan keramik asing.
Keramik lokal baru berasal dari berbagai sentra industri keramik di Indonesia seperti Kasongan, Plered, Singkawang, dan lain-lain.
Keramik lokal tua yang bernilai sejarah berupa keramik Majapahit daei abad ke-14 yang memperlihatkan ciri, keistimewaan serta keragaman bentuk.
Barang-barang yang dipamerkan di sini dapat dikaitkan bukan hanya barang pakai tapi juga peninggalan arkeologi niaga.
Hal ini menjadi indikator bahwa suatu lokasi telah terhubung dalam kegiatan perniagaan yang berskala regional maupun internasional.
Untuk jam operasional museum ini buka setiap hari Selasa sampai Minggu mulai pukul 09.00-15.00 WIB.
Pengunjung akan dikenakan tarif tiket masuk sebesar Rp 5.000 per orang, sedangkan pelajar atau mahasiswa hanya perlu membayar Rp 3.000.
Kronologi Bangunan
Karena lokasinya yang berada di pusat pemerintahan Belanda pada saat itu, bangunan Museum Seni Rupa dan Keramik menyimpan catatan sejarah yang panjang.
Dimulai pada tahun 1870, bangunan ini awalnya difungsikan kantor pemerintah Belanda di Batavia.
Seiring berjalannya waktu hingga Indonesia meraih kemerdekaan bangunan ini terus berubah-ubah peruntukannya.
Berikut kronologi bangunan Museum Seni Rupa dan Keramik:
1870: Pembangunan kantor Ordinaris Road vab Justitie Binnen Het Kasteel Batavia.
1944: Asrama militer Jepang, KNIL, dan militer Indonesia.
1968-1975: Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta.
10 Januari 1972: Penetapan sebagai Bangunan Cagar Budaya.
1973-1976: Kantor Walikota Jakarta Barat.
20 Agustus 1976: Diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa.
10 Juni 1977: Penetapan sebagai Museum Keramik
1990: Penetapan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik.