“Selain warga Sebatu juga banyak krama dari daerah lain, seperti dari Bangli yang ikut sembahyang di sini,” ujar Rio.
Dulunya area ini merupakan pemandian umum, tetapi kemudian disucikan sebagai tempat untuk melukat. (Tribun Bali/Cisilia Agustina)
Seperti umumnya memasuki kawasan suci, bagi wisatawan yang datang wajib memakai pakaian adat.
Di area pembelian karcis pun disediakan kain untuk dipinjamkan kepada pengunjung selama di kawasan pura.
Untuk tiket masuk dikenakan biaya Rp 15 ribu per orang dewasa dan Rp 7.500 untuk anak-anak.
Menurut Rio, untuk pengelolaan kawasan objek wisata ini, dilakukan Dinas Pariwisata Gianyar.
Pengalokasian retribusi tersebut, 60 persen masuk ke Kabupaten Gianyar dan 40 persen untuk Desa Sebatu.
Belum Ada Sumber Sejarah Detail
Di dekat area Pura Gunung Kawi juga terdapat area penglukatan.
Menurut Jro Mangku Ketut Nubawa, dulunya area ini merupakan pemandian umum, tetapi kemudian disucikan sebagai tempat untuk melukat.
“Dulunya dijadikan satu, mandi di sini melukat di sini. Tapi kemudian dipisahkan, khusus untuk melukat,” ujarnya.
Belum ada sumber atau dokumen tertulis yang menerangkan sejarah detail dari Pura Gunung Kawi.
Hingga saat ini baik pihak bendesa maupun Pemangku Pura Gunung Kawi juga sulit berkomentar banyak tentang sejarah pura ini.
“Kapan tahun pembangunannya kami belum tahu. Dari dulu kami cari-cari datanya belum ketemu dan tidak ada yang tahu,” ujar Jro Mangku Ketut Nubawa.
Menurut Bendesa Desa Sebatu, I Made Rio Wiryawan, Pura Gunung Kawi Sebatu memiliki keterkaitan dengan Puri Gianyar.