TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - “Magic Word” favorit dan original dari Menpar Arief Yahya saat bersama tim Ekspedisi Kapsul Waktu 2085 yang menjelajahi Indonesia dari ujung barat Sabang, Aceh sampai titik paling timur Merauke, Papua.Dari utara Mianggas, sampai ke Pulau Rote di Selatan.
Selasa kemarin, 13 Oktober 2015, rombongan penjaring “mimpi-mimpi” anak bangsa itu singgah di Belitung, titik pariwisata yang popular dengan Laskar Pelangi itu.
Karena itu, Menpar Arief Yahya menyempatkan secara khusus untuk menjemput dan melepas konvoi pembawa pesan mimpi 70 tahun ke depan itu menuju etape berikutnya, Lampung, Banten, Jakarta dan seterusnya.
Ekspedisi yang membawa spirit “Gerakan Ayo Kerja 70 Tahun Indonesia Merdeka” itu mengawali perjalanan darat dari titik nol Pulau Weh, Aceh dan dilepas Presiden Jokowi 10 Maret 2015 untuk mengumpulkan mimpi-mimpi besar rakyat Indonesia.
Indonesia sudah merdeka 70 tahun, bebas dari penjajahaan fisik dan non fisik. Kini, di tahun 2015 berada di titik 0. Maunya seperti apa wajah negeri ini 70 tahun ke depan? Di tahun 2085? Sehebat apa, secanggih apa, semaju apa? Apa cita-cita dan mimpi kita?
Yang hendak kita wariskan kepada generasi anak cucu yang akan membawa estafet nahkoda negeri ini? Messages itulah yang hendak ditangkap, dikumpulkan, dan dimasukkan ke dalam kapsul, lalu diabadikan di sebuah museum berbentuk bola mata di ujung Merauke sana.
Kelak, ketika 70 tahun dari sekarang, persisnya 17 Agustus 2085, saat Indonesia memperingati HUT Kemerdekaan ke-140 tahun, kapsul yang disimpan di monument public di Merauke itu akan dibuka. Apakah gambaran mimpi kita sekarang, sama dengan yang terjadi di zaman nanti? Apakah jahitan cita-cita kita saat ini jauh dari kenyataan di masa depan? Itu semua akan menjadi catatan perjalanan sejarah yang amat bermakna buat negeri ini.
Ekspedisi Kapsul Waktu ini adalah upaya untuk merangkai mozaik harapan, lukisan imajinasi, mimpi besar, desain cita-cita tentang Indonesia dari semua komponen bangsa.
Ada yang berlatarbelakang orang biasa, pedagang, pekerja pabrik, pemain drama, aparat pemerintahan, pelaku usaha, professional, petani, nelayan, remaja, anak-anak dan siapa saja yang peduli dengan visi masa depan.
“Imajinasi (mimpi) adalah berawal dari akhir, mulai dari keinginan, bukan dari kebiasaan,” kata Menpar Arief Yahya yang kaya dengan kata-kata mutiara.
Ketika sudah berhasil mengeluarkan isi kepala dan hati dengan rangkaian imaginasi, itu adalah kiblat untuk bekerja keras mewujudkannya.
“Visi itu terbatas, tapi dilakukan dengan sadar, Mimpi itu tak terbatas tetapi tidak sadar. Imajinasi, tak terbatas dan sadar, Maka ber-imajinasilah,” ujar Mantan Dirut PT Telkom itu, sambil menambahkan, bahwa: “Hanya imajinasi dan aksi yang bisa merubah dunia!”
Sejauh ini, tinggal 2 ibukota provinsi saja di Sumatera yang belum dilintasi tim Ekspedisi Kapsul Waktu, Belitung dan Lampung. Dua hari silam, 10-11 mereka disambut meriah di Bengkulu, juga heboh di Palembang Sumsel, 8 Oktober 2015.
Di Belitung, tim ekspedisi ini banyak memperkenalkan objek wisata potensial, seperti yang akan dihelat di Belitung ini. Ratusan kilometer sudah ditempuh oleh iring-iringan mobil pembawa kapsul itu, dan selalu disambut antusias oleh masyarakat.
Dari Banda Aceh (22 September), Medan-Sumatera Utara (26 September), Pekanbaru-Riau (29 September), Batam-Kepri (2 Oktober), Padang-Sumatera Barat (4 Oktober), dan Jambi (6 Oktober) semua selalu dimeriahkan dengan pentas kesenian.
Di situlah, interaksi dengan public itu terjadi. Mereka mengumpulkan mimpi-mimpi dari segala lapisan masyarakat.
Dalam hati kecil Arief Yahya, terbersik harapan agar masyarakat Belitung bermimpi jauh ke depan, seperti apa wajah pantai, batu-batu granit, bawah laut dan segala keanekaragaman hayati yang ada di Belitung. Bagaimana raut muka Pantai Pasir Padi, Pulau Lengkuas, Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Tanjung Pesona, Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Penyak, dan pantai-pantai lainnya yang khas itu.
Pasir putih, air jernih, laut tiga lapisan dimensi warna, awan putih menempal di langit biru, bebatuan raksasa. Tak ada duanya di dunia, profil kecantikan bahari yang tersimpan di sana?
Di kalangan diver, para penghobi selam Belitung juga termasuk kategori istimewa. Bukan dive site yang berada di dekat light house Pulau Lengkuas itu.
Tetapi ada spot yang bekas kapal karam sudah ratusan tahun dan sudah ditumbuhi terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang berwarna-warni. Jumlah kapalnya juga banyak, rangka dan badan utama kapal itu masih kelihatan.
“Pesan saya, jaga dan pelihara baik-baik, potensi kekayaan alam itu, baik yang di darat, di air, di dalam laut, semua menjadi aset dan objek wisata yang sustain, berkelanjuta,” ujar Arief Yahya.
Ada kata-kata mutiara yang sering disampaikan Menpar Arief Yahya saat bertemu dengan masyarakat di objek wisata bahari.
“Semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan!” katanya. Dia mencontohkan, terumbu karang itu jika dicongkel, se akar dan batunya, lalu dijual akan laku Rp 50 ribu. Tetapi jika dipelihara, dibiarkan hidup, dirawat, lalu memandu wisatawan untuk melihat terumbu karang, lengkap dengan ikan-ikannya, bayarannya bisa Rp 250 ribu, lima kali lipat, dan bisa berkelanjutan, terus-terusan, tidak ada habisnya. Itulah yang namanya bisnis berbasis services. Pariwisata ada di sana tempatnya,” urai lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris, dan Program Doktor Unpad Bandung itu.
Presiden Jokowi, saat pelepasan Ekspedisi Kapsul Waktu 2085 di Titik Nol juga menyebutkan: “Ayo Kerja bukanlah slogan semata, melainkan sebuah pergerakan. Pergerakan seperti halnya yang pernah dibayangkan oleh Bung Karno.
Pergerakan kita hakikatnya suatu pergerakan yang ingin mengubah sama sekali sifat-sifat kita. Suatu pergerakan yang ingin menjebol kesakitan-kesakitan sampai ke sumber-sumbernya, sampai ke akar-akarnya.”