"Sudah 20 tahun saya di Jenewa, dan tentu sudah mengenal beberapa tukang copet.
Kebanyakan, mereka berasal dari Maroko, Aljazair, Albania, dan Tunisia, Hendra mengawali cerita.
Hendra kemudian melanjutkan ceritanya tentang Profesi tukang copet di Swiss.
Tukang Copet memiliki trik sama dengan tukang copet lain, termasuk di Indonesia.
"Bedanya mereka tertangkap, sore sudah boleh keluar. Saratnya cuma satu jangan buat kriminal lain. Polisi berdalih, jangan sampai melanggar HAM, mungkin copet menjadi pekerjaannya," cerita Hendra.
Di Indonesia, tukang copet jika tertangkap, pasti mukanya akan berubah tidak karuan, lantaran habis dihakimi massa sebelum diserahkan ke polisi.
Di Swiss, cerita Hendra, berbeda 180 derajat.
Orang Swiss, sangat menjunjung tinggi HAM. Meski berforesi copet, lanjut Hendra, jangan harap bisa melihat aksi hakim jalanan seperti di Indonesia.
"Seorang polisi, kalau ketahuan memukuli Copet, atau para tersangka lainnya, hukumannya dipecat. Hak Asasi Manusia, Disini, sangat dijunjung tinggi. Dan jangan salah, banyak dari mereka disini memilih hidup di penjara," ungkap Hendra.