Laporan wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Kerupuk dengan rasa daun Jeruju, jenis pohon Mangrove ini kini menjadi primadona oleh-oleh untuk wisatawan yang mengunjungi objek Wisata Mangrove di desa Muara Maimbai, Sei Nagalawan, Serdang Bedagai.
Rasanya, emm.. seperti orong-orong (jajanan zaman dulu), sedikit mirip kentang, ada juga rasa manisnya seperti kerupuk udang.
Istri-istri nelayan di Serdang Bedagai mengolah mangrove menjadi kerupuk. (Tribun Medan/Silfa)
Sepertinya anda harus mencobanya sendiri untuk merasakan rasa daun jeruju yang dicampur dengan tepung terigu untuk pembentukan rasa garingnya menjadi kerupuk.
Pohon Mangrove kini menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar Wisata Mangrove atau mereka yang tergabung pada Kelompok Muara Tanjung.
Setiap hari, secara bergantian sekitar 10 orang akan mengerjakan proses pembuatan kerupuk Jeruju di sebuah bangunan yang mirip rumah.
Mereka melakukan proses pembuatan hingga penggorengan di teras bangunan tersebut, yang letaknya tidak jauh dari pantai dan berada di tengah area pohon Mangrove.
Mereka mengolah Mangrove menjadi panganan bergizi, murah dan terjamin mutunya.
Wisata mangrove di Desa Muara Maimbai, Sei Nagalawan, Serdang Bedagai. (Tribun Medan/Silfa)
Di tangan istri-istri nelayan ini, tanaman bakau diolah menjadi kerupuk gurih, tidak beraroma pekat dan tahan lama.
Jumiati, Ketua Kelompok Muara Tanjung, yang juga pengelola Wisata Mangrove, menuturkan adapun proses pembuatan kerupuk Jeruju dengan menjemur daun jeruju terlebih dahulu untuk dihilangkan durinya.
Kemudian dicuci bersih, digiling halus bersama campuran rempah seperti bawang dan tanpa penyedap rasa.
Ia menuturkan mereka membuat produk tanpa zat pengawet dan pewarna sehingga baik untuk dikonsumsi dan tidak menghilangkan manfaat dari daun itu sendiri.
"Kerupuk ini baik bagi penderita asma karena Jeruju punya kandungan yang bisa mengobati penyakit itu, bagus juga untuk penderita rematik. Perbungkusnya dijual seharga Rp 7 ribu perbungkus, dengan aneka pilihan ukuran kerupuk," ucapnya.
Jumiati, mengatakan tidak semua mangrove dapat diolah untuk di konsumsi.
Untuk bahan baku kerupuk, mereka menggunakan tanaman mangrove jenis Jeruju, sedangkan untuk dodol, mangrove yang digunakan adalah jenis siapi-api yang berbuah setiap empat sampai lima bulan sekali.
"Untuk membuat dodol, 70 persen bahan bakunya adalah tepung mangrove api-api. Dodol ini dapat bertahan sampai sepuluh hari karena kita tidak pakai bahan pengawet," katanya.
Karena tidak bisa bertahan lama, lanjutnya, makanya sampai saat ini sistem pembuatannya masih berdasarkan pesanan.
Dodol ini di pasarkan seharga Rp 25 ribu per kilonya.
Ada juga jenis olahan sirup dari buah pedada atau mangrove jenis Perepat (Sonneratia alba).
Setelah diolah, sirup dengan warna kekuning-kuningan dan rasa asem manis segar dihargai Rp 10.000 perbotolnya.
Sirup ini juga terkendala bahan baku yang tak semua daerah memiliki jenis mangrove ini.
Jadi pembuatannya juga tergantung pesanan, hanya pembuatan kerupuk yang rutin dilakukan setiap hari, jelasnya.
Menurutnya, hingga kini produk kerupuk Jeruju hanya bisa di dapat di koperasi mereka atau di lokasi Wisata Mangrove.
Sebelumnya mereka pernah melakukan pemasaran ke kios-kios tapi kurang efektik. Jadi kalau berminat, anda harus mengunjungi Wisata Mangrove.