Selain kopi Gayo dikenal dengan keseniannya yang sudah mendunia, yaitu tarian saman atau tari seribu tangan.
Pembacaaan puisi karya seniman, Fikar W Eda oleh Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal dan musikalisasi puisi oleh komunitas setempat semakin mengukuhkan Gayo sebagai lumbung kopi dan kiblat seni daerah.
Atraksi menumbuk bijih kopi oleh jajaran pemerintah Kota Banda Aceh dan rombongan Kementerian Pariwisata menjadi penanda dibukanya festival.
“Tahun ini festival kopi disandingkan dengan teh nusantara. Kopi merupakan wisata kuliner yang menjadi andalan Aceh, juga Indonesia. Rencananya tahun depan kita akan menggelar festival kopi internasional. Ini bertujuan untuk mencapai target wisatawan mancanegara pada 2016, yaitu 10 ribu orang,” ujar perwakilan Kementerian Pariwisata.
Bijih kopi robusta dan arabika tumbuh baik di daerah dataran tinggi Gayo yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara.
Warung-warung kopi mulai yang kelas perempatan jalan hingga coffe shop menampung bijih kopi Gayo dan mengakrabkannya dengan para penikmatnya.
Termasuk memasarkan hingga ke luar Aceh dan mengenalkan kepada lidah para pecinta sejati kopi.
Rupa-rupa penyajian kopi
Kopi sanger merupakan kopi tradisional Aceh yang diracik dengan cara disaring secara berulang-ulang guna mendapatkan citarasa kopi yang sempurna.
Sementara kopi pancung merupakan sebutan untuk kopi yang disajikan dalam setengah porsi atau setengah cangkir.
Penyajian seperti ini cukup populer di warung-warung kopi yang tersebar di Aceh.
Adalagi kopi khop yang berasal dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
Kopi ini langsung mencuri perhatian pengunjung dengan cara penyajian dalam cangkir terbalik.
Menikmatinya pun mempunyai seni tersendiri yaitu dengan cara menyesap sedikit demi sedikit tetes-tetes kopi dari celah cangkir di atas piring kecil dengan bantuan sebatang pipet.