"Biasanya saya memiliki setok yang banyak. Lumayan banyak peminatnya," bebernya.
Rasanya sepat.
Sebiji dijual cuma seharga goceng alias Rp 5.000.
Buah itu sudah lama dijualnya di pasar ini.
Sayangnya, belakangan ini sempat terhenti pasokannya karena maraknya pembakaran lahan di Kalimantan Selatan.
Buah-buah hutannya pun turut terbakar.
"Yang mencarinya ke hutan nggak ada karena hutannya terbakar, jadi pasokan sempat terhenti lama. Tetapi sekarang ada lagi," ungkapnya.
Rumbia adalah pohon sagu yang memiliki banyak kegunaan.
Selain buahnya, daunnya juga kerap dijadikan atap rumah orang-orang Kalimantan di masa lalu.
Dia biasa berjualan tiap hari di pasar tersebut.
Lapaknya kecil saja, tepatnya di area selasar sebelah kanan pasar dekat para pedagang barang antik dan cincin batu.
Dari pintu utama pasar, belok saja ke kanan menyusuri daerah parkir kendaraan roda dua.
Berhentilah di daerah yang banyak pedagang barang antik dan cincin batu kaki lima karena pria ini selain berjualan buah rumbia juga menjajakan barang-barang antik, jimat dan uang kuno.
Menuju pasar ini, tinggal naik saja angkutan umum jurusan Pasar Sentra Antasari.
Tarifnya Rp 4.500 per orang. (Yayu Fathilal)