Laporan Wartawan Tribun Manado, Finneke Wolajan
TRIBUNNEWS.COM, TONDANO - Sejarawan Sulawesi Utara Fendy Parengkuan mengatakan sejarah Perang Tondano berpusat di desa purba Minawanua, yang ditandai dengan bangunan berupa benteng yang diberi nama Moraya.
Berlokasi di pinggir Danau Tondano, tak jauh dari patung Korengkeng di Kelurahan Roong, Tondano Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Awal Agustus 1809 pertahanan utama orang Tondano berhasil dikepung dari arah daratan maupun dari arah danau.
Benteng Moraya, Tondano. (Tribun Manado/Fine Wolajan)
Pusat kekuatan Tondano di tempat yang kemudian dinamakan Minawanua menjadi ajang pertempuran sengit beberapa hari lamanya.
"Pada siang tanggal 4 Agustus 1809 pertahanan itu bobol dan pertempuran belangsung dari rumah ke rumah. Dini hari tanggal 5 Agustus 1809 pertahanan dan perkampungan Tondano dibumihanguskan musuh. Semua penghuninya mulai dari anggota pasukan perlawanan Tondano hingga orang-orang tua perempuan dan anak-anak tidak ada yang tersisa. Semuanya tewas terbunuh, Minawanua menjadi lautan darah," terangnya.
Ia menjelaskan, sumber sengketa waktu itu muncul ketika Belanda membutuhkan bantuan tenaga pemuda-pemuda Minahasa untuk dikirim melawan Inggris yang sudah mengancam pulau Jawa.
"Orang Minahasa berpendapat bahwa para pemuda itu lebih dibutuhkan untuk mempertahankan Minahasa dari pada dikirim ke tempat lain," tuturnya.
Belanda memaksa sambil memberikan iming-iming dan hadiah kepada para pemimpin Minahasa yang mau membantu mereka.
Ternyata permintaan tenaga bantuan pemuda dan iming-iming hadiah ditolak oleh seluruh rakyat Minahasa dalam pertemuan atau musyawarah Minahasa di Tondano.
Wisatawan berfoto di Benteng Moraya. (Tribun Manado/Finneke Wolajan)
"Belanda menuduh tokoh-tokoh Tondano menggagalkan politik mereka sehingga menyampaikan ancaman akan menyerang Tondano dengan kekuatan militer. Ancaman tersebut disambut dengan persiapan perang di pusat perlawanan Tondano. Itulah sebabnya peperangan itu terkenal dengan sebutan Perang Tondano," terangnya.
Lanjutnya, pasukan militer Belanda yang lebih kuat persenjataannya beberapa kali datang menyerang namun benteng pertahanan Tondano ternyata kuat sekali, bahkan Residen Belanda bernama Prediger dilaporkan tertembak dunia.
la diganti oleh Residen Balfour yang mendatangkan bala bantuan lebih besar dengan persenjataan lebih lengkap.
"Sejarah perlawanan orang Minahasa pada kolonial Belanda ini dipimpin Sarapung dan Korengkeng, serta Matulandi, Tewu, Lumingkewas, Sepang, Kepel termasuk Lontoh dari Tombulu dan Mamahit dari Remboken. Di bawah kepemimpinan ini, orang Minahasa membangkitkan perlawanan menentang ketidakadilan kolonial," ucapnya.