TRIBUNNEWS.COM - IUCN RedList telah memasukkan Anoa sebagai spesies Endangered atau Terancam Punah sejak 1986. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) juga menempatkan hewan endemik Sulawesi ini dalam daftar Appendix I atau dilarang diperdagangkan secara internasional dalam bentuk apapun.
Jumlahnya dari tahun ke tahun terus menurun tapi perburuan tetap saja terjadi. Data IUCN Redlist menyebutkan populasi Anoa Pengunungan di seluruh Sulawesi kini sisa 3.000 hingga 5.000 ekor.
Populasinya menurun drastis sejak tahun 1900. Ada tiga area dimana jumlah populasi anoa menurun drastis, yaitu di Gorontalo, Buol dan kabupaten Tolitoli.
Proses perburuan Anoa Suku Rampi di wilayah pegunungan Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Foto by Irmawati Imhe)
Anoa atau yang disebut juga Sapi Kerdil ini merupakan hewan asli Sulawesi. Hewan herbivora yang hanya memakan makanan berair (aquatic feed), seperti pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan yang jatuh dan jenis umbi-umbian ini hidup secara liar dan semi soliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan.
Mereka baru akan mencari kawanannya jika si betina hendak melahirkan.
Hewan yang senang berada di hutan tropika dataran, sabana (savanna) dan terkadang juga dijumpai di rawa-rawa ini semakin terancam kepunahannya.
Selain praktik perburuan yang tiada hentinya, populasi Anoa juga tergerus oleh kian sempitnya hutan akibat industri dan kebun kelapa sawit.
Christopel Paino dalam laporannya di Mongabay 5 Desember 2012 mengatakan, keberadaan Anoa di Gorontalo kian sedikit.
Abdul Haris Mustari, peneliti anoa yang juga dosen pada Departemen Konservasi Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB mengatakan, jumlah Anoa di Gorontalo sisa 300 ekor.
Salah satu penyebab kian sedikitnya populasi Anoa di Gorontalo yakni keberadaan PT Gorontalo Mineral, anak usaha PT Bumi Resources, perusahaan milik Aburizal Bakrie yang melakukan konsesi pertambangan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone di Kabupaten Bone Bolango. Kawasan ini sedianya adalah rumah bagi Anoa.
Irmawati, dalam laporannya di Majalah Tempo juga mengungkapkan kekejaman Suku Rampi di wilayah pegunungan Luwu Utara, Sulawesi Selatan yang memburu Anoa.
Selain daging dan kulitnya yang mereka manfaatkan, berburu Anoa bagi mereka adalah satu keharusan.
Pauluas Sigi, Ketua Lembaga Adat Wilayah Rampi mengatakan, perburuan yang mereka lakukan selain karena belum dilarang oleh pemerintah juga karena daging Anoa adalah alternatif lain sumber protein.
“Selama pengganti Anoa belum ada, maka perburuan juga akan terus dilakukan,” katanya.
Padahal Kepala Laboratorium Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Universitas Hasanuddin Prof. Amran Achmad mengatakan, bahwa keberadaan Anoa dalam sebuah ekosistem merupakan pertanda bahwa hutan tersebut masih sehat. Sehingga sudah selayaknya Anoa dilindungi.
Forum Persaudaraan Pemuda Provinsi Sulawesi Barat pada Desember 2014 juga telah mendesak pemerintah provinsi Sulawesi Barat untuk mensosialisasikan perburuan Anoa.
Sejumlah kepala anoa, sapi kerdil asal Sulawesi, dijadikan pajangan setelah bagian tubuh dan dagingnya dikonsumsi penduduk. (Foto: Irmawati Imhe)
Provinsi ini memang tercatat sebagai provinsi yang masyarakatnya masih senang memakan daging Anoa.
Kepunahan Anoa juga kian mendekat akibat kebakaran hutan di Sulawesi. Hingga akhir Oktober 2015 ini saja, jumlah kebakaran hutan di Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan terus meningkat. Ini membuat kawanan Anoa kian kesulitan mencari rumah yang nyaman.
Anoa adalah hewan yang masa reproduksinya cukup lama. Setiap tahun, induk Anoa rata-rata hanya melahirkan satu bayi Anoa. Periode kehamilannya terjadi selama 276 hari sampai 315 hari. Inilah yang menjadi penyebab mengapa jumlah Anoa semakin berkurang, karena jumlah yang diburu dengan yang dilahirkan sangat timpang.
Saat melahirkan pun, induk Anoa sangat jarang melahirkan lebih dari satu. Sehingga sangat layak bagi semua pihak melindungi hewan yang hanya ada di Sulawesi ini. Apalagi, Anoa adalah hewan yang dilindungi berdasarkan PP. Nomor 7 Tahun 1999. Dimana yang memburu dan memperjual belikannya diganjar hukuman penjara.
Di Sulawesi yang masih ada Anoanya antara lain Gorontalo di Suaka Margasatwa Nantu di hulu Sungai Paguyaman dan pegunungan Boliyohuto, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Di Sulawesi Tengah tepatnya di Pantai Barat dan Pantai Timur, Toli-Toli, pegunungan Kalamanta dan hutan lindung Lore Lindu.
Untuk Sulewesi Barat Anoa memilih rumah di Pegunungan Takolekaju. Sedangkan di Sulawesi Selatan, rumah Anoa ada di Pegunungan Latimojong, Pegunungan Quarles di sebelah utara Tanah Toraja, hutan lindung di sekitar Danau Matano dan Danau Towuti, serta Pegunungan Faruhumpenai.
Sementara di Sulawesi Tenggara, Anao masih bisa ditemukan di hutan Tanjung Peropa, hutan di Kolaka Utara dan Pegunungan Abuki. Di wilayah Buton, masih ada di hutan Lambusango dan cagar alam Buton Utara.
“Banyak warga di sekitar hutan lindung menganggap Anoa adalah sapi hutan yang boleh diburu dan dikonsumsi.”
Bubalus Quarlesi dan Bubalus Depressicornis
Spesies Anoa yang hidup di Sulawesi terdapat dua jenis, yakni Anoa Pengunungan dan Anoa Daratan Rendah. Anoa Pengunungan disebut juga Bubalus quarlesi dan Anoa Daratan Rendah disebut Bubalus Depressicornis. Keduanya memiliki perbedaan yang mencolok.
Anoa Pegunungan hidup di dataran tinggi. Ukuran tubuhnya lebih ramping dengan panjang tubuh berkisar antara 122-153 cm, dengan tinggi sekitar 75 cm serta berat sekitar 150 kg. Anoa Pegunungan memiliki bulu yang lebih lebat, ekor relatif lebih pendek (27 cm) dan tanduk yang lebih pendek (15-20 cm).
Sedangkan Anoa Dataran Rendah relatif lebih kecil, ekor lebih panjang dan lembut, serta tanduk melingkar dan lebih panjang (18-37 cm), serta bulu yang tumbuh lebih jarang. Tinggi tubuh di sekitar bahu berkisar antara 95-110 cm, panjang tubuh 180 cm, sedangkan berat badan berkisar antara 200 sampai 300 kg.
Walau keduanya memiliki perbedaan dalam segi bentuk tubuh, namun kedua spesies ini memiliki masa hidup sekitar 20 tahun saat hidup di alam liar dan tercatat mampu mencapai usia hingga 31 tahun saat ditangkarka.(Sumber: Bicara.id )