Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Pagi itu di salah satu sudut jalan Sosrowijayan, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta, tampak beberapa orang berkerumun di hadapan seorang penjual gudeg.
Orang-orang tersebut berdiri dengan sabar menunggu giliran dilayani oleh penjual gudeg.
Di hadapan para pembeli tersebut terlihat seorang nenek duduk menghadap beberapa baskom berisikan gudeg, ayam, telur, sambel goreng krecek, dan satu tenggok nasi.
Mbah Lindu sedang jualan nasi gudeg dan lauk-pauk pelengkapnya.
Meskipun sudah tidak cepat, tetapi tangan nenek tersebut masih cukup terampil meracik setiap porsi menu gudeg yang dipesan pelanggannya.
Adalah Mbok Lindu, nenek bertubuh kecil, yang setiap harinya berjualan gudeg di depan Hotel Grage Ramayana, jalan Sosrowijayan. Kerutan kulit ditubuh sang nenek menggambarkan usianya.
"Saat ini usia saya sudah 96," ujar nenek yang memiliki nama asli Setyo Utomo tersebut.
Karena usianya yang telah mencapai 96 tahun, banyak pihak mengatakan bahwa Mbok Lindu adalah penjual gudeg tertua di Yogyakarta.
Usia tidak menjadi penghalang bagi Mbok Lindu untuk tetap berjualan gudeg. Setiap harinya nenek 15 cucu tersebut berjualan dari jam 05.00 pagi hingga 10.00 pagi.
"Meskipun sudah 96 tahun, tetapi badan masih sehat dan kuat jualan. Jika hanya diam di rumah saja, tidak kerja badan malah jadi sakit semua," ungkap Mbok Lindu dalam bahasa Jawa.
Mbok Lindu tidak ingat secara pasti sudah berapa lama berjualan gudeg.
Tetapi dia menceritakan telah berjualan sejak sebelum memiliki suami, saat kolonial Belanda masih menduduki wilayah Indonesia.
Dan dari dulu hingga saat ini lokasi jualannya pun tetap sama.
Sembari melayani pembeli, Mbok Lindu bercerita, jika dulu dia harus berjalan kaki dari rumahnya yang berada Klebengan menuju jalan Sosrowijayan dengan menggendong dagangannya.