Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN- Museum Waja Sampai Kaputing atau kerap disingkat Museum Wasaka menyimpan banyak benda bersejarah saksi bisu perjuangan rakyat Kalimantan Selatan melawan penjajahan Belanda antara tahun 1945-1949.
Masa itu, perjuangan rakyat dipimpin oleh seorang pemuda bernama Hasan Basri yang lebih dikenal sebagai Brigadir Jendral yang menjabat sebagai Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Wilayah Pertahanan Kalimantan.
Lokasi museum ini di Jalan Kampung Kenanga Ulu RT 14, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Museum Wasaka. (Banjarmasin Post/Yayu)
Di sini ada didominasi koleksi senjata-senjata modern hingga tradisional rakyat Banjar.
Terpenting lagi, museum ini tergolong spesial karena rata-rata koleksinya adalah benda-benda bersejarah yang banyak berhubungan dengan perjuangan pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan itu.
"Di sini khusus menyimpan benda-benda bersejarah di periode Revolusi Fisik perjuangan rakyat Kalimantan Selatan melawan penjajah Belanda," terang Staf Bidang Seni Budaya Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan, Hj Yudhiawati.
Di antara benda-benda bersejarah itu ada senapan angin yang badannya dari kayu.
Tak hanya itu, di museum ini juga dipamerkan senjata-senjata tajam tradisional seperti mandau dan tombak.
Kemudian ada lagi pisau yang kerap dipakai Hasan Basri saat berperang.
Di bagian lainnya ada sepeda ontel yang tampak sudah tua dan hanya tersisa badannya.
Brigjen Hasan Basri. (Banjarmasin Post/Yayu)
Menurut perempuan berjilbab ini, sepeda itu dulu digunakan petugas pos untuk mengirimkan surat-surat rahasia para pejuang.
Ada juga baju-baju barajah yang digunakan mereka yang sudah dimantrai agar kebal dari serangan musuh .
Di sini juga ada berbagai peralatan memasak dan makan yang dipakai para pejuang dulu saat bergerilya.
Ada juga beberapa kamera zaman dulu, tas, radio dan mesin ketik yang dulu kerap dipakai para pejuang untuk berbagai keperluan memperebutkan kemerdekaan.
"Ini peralatan mereka dulu saat berjuang, semuanya berhubungan dengan perjuangan Hasan Basry," lanjutnya.
Masuk lagi ke bagian belakang, ada replika pembuatan senjata tajam dan pistol milik para pejuang.
Ada sebuah mesin manual berbahan besi yang berukuran besar yang konon dulu digunakan untuk membuat senjata api oleh warga.
"Menurut cerita orang-orang zaman dulu, persenjataan mereka tak secangih Belanda yang memakai pistol. Tetapi mereka kreatif, kemudian bisa merakit senjata api juga menggunakan alat ini. Bahannya dari sisa-sisa kepingan senjata Belanda yang tercecer di tanah, diambil oleh mereka, dikumpulkan lalu dibuat senjata api ala pejuang kita waktu itu," paparnya.
Penjaga museum ini, Usin, menambahkan pengunjung yang datang biasanya kemari menggunakan kelotok atau kendaraan pribadi.
"Jarang yang menggunakan angkutan kota karena di sini angkot nggak laku. Bisa pakai ojek di sini ada pangkalannya. Kalau dari Terminal Induk Km 6 di Jalan A Yanui naik ojek ke sini sekitar Rp 10.000 hingga Rp 15.000," katanya.
Pengunjung kemari lebih suka memakai alat transportasi sungai seperti kelotok.
Mereka biasa diturunkan di dermaga di seberang museum ini.
Biasanya, mereka berombongan dan kunjungan mereka sepaket dengan ke Pasar Terapung Lokbaintan di Kabupaten Banjar.
Biasanya, museum ini ramai dikunjungi saat Sabtu dan Minggu.
"Biasanya akhir pekan kan libur, subuh-subuh turis dari luar Kalsel naik kelotok ke pasar terapung. Pulangnya baru singgah ke museum ini. Makanya museum ini di akhir pekan buka, Senin tutup," ujarnya.
Memasuki museum ini, cukup membayar parkir Rp 3.000 jika Anda menggunakan mobil atau sepeda motor.
Kalau masuk ke dalam museumnya gratis.
Pengunjung museum ini tak hanya warga Kalsel, tetapi juga dari daerah lain seperti Yogyakarta, Jakarta dan Bali.
Museum ini beroperasi tiap Selasa hingga Kamis pukul 09.00-15.00 Wita, Jumat pukul 09.00-11.00 Wita serta Sabtu dan Minggu pukul 09.00-12.30 Wita.