Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rival Almanaf
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Deretan gedung dua lantai berusia tua, berjajar di samping kanan dan kiri jalan yang tak terlalu lebar.
Kelenteng Hoo Hok Bio. (Tribun Jateng/M Syofri)
Mayoritas, bangunan-bangunan tersebut berupa rumah toko (ruko) yang memiliki bentuk hampir mirip.
Di beberapa titik, bangunan-bangunan tersebut diselingi bangunan berarsitektur Tiongkok.
Warna hijau dan merah, serta ornamen naga menjadi ciri dari keberadaan gedung yang tak lain adalah kelenteng.
"Ada sembilan kelenteng di kawasan Pecinan ini," ungkap Ir Widya Wijayanti MPH, MURP, pemerhati bangunan cagar budaya Semarang.
Tak heran, Semarang disebut juga sebagai Kota Seribu Kelenteng. Widya menyebut, sembilan kelenteng tersebut adalah Tay Kak Sie dan Kong Tike Soe yang berada di Gang Lombok. Letak kedua kelenteng ini bersebelahan.
"Kelenteng Tay Kak Sie merupakan kelenteng induk dan menjadi pusat kegiatan, semisal pembukaan Pasar Imlek Semawis atau Malam Ji Kao Meh," terangnya.
Kelenteng Tek Hay Bio. (Tribun Jateng/M Syofri)
Sementara tiga kelenteng lain, yakni Kelenteng Tong Pek Bio, Tek Hay Bio serta Kelenteng Ling Hok Bio berada di Gang Pinggir.
Widya mengatakan, dulu, Kelenteng Tong Pek Bio menjadi tempat berjaga atau benteng di batas timur Pecinan.
Tak heran, kelenteng tua ketiga di Pecinan ini memiliki bangunan yang tinggi dan kokoh dengan tiang-tiang penyangga yang tampak kuat.
Ada pula Kelenteng Tan Seng Ong dan See Hoo Kiong yang berada di Gang Sebandaran, Kelenteng Hoo Hok Bio di Gang Pasar Baru, dan Kelenteng Siu Hok Bio di Gang Wotgandul.
"Kelenteng Siu Hok Bio merupakan kelenteng tertua di Pecinan Semarang yang dibangun 1753. Bangunan yang ada sekarang memang bukan bangunan asli berkerangka kayu namun telah dilakukan pemugaran," imbuh dia.
Masing-masing kelenteng memiliki dewa.