Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Daerah Istimewa Yogyakarta bukanlah dearah yang dikenal dan memiliki sejarah yang kuat mengenai tanaman kopi.
Meskipun demikian, Yogyakarta bukanya sama sekali tidak memiliki potensi kopi yang bisa dikembangkan.
Warung Kopi Merapi. (Tribun Jogja/Hamim)
Beberapa wilayah di Yogyakarta ditumbuhi tanaman kopi dengan subur, seperti di wilayah perbukitan Menoreh Kulonprogo, dan juga wilayah lereng Gunung Merapi.
Kedua wilayah tersebut menghasilkan kopi dengan citarasa khas.
Bahkan kopi dari Lereng Merapi yang dikenal dengan sebutan Kopi Merapi saat ini telah mulai banyak dikenal para penggemar kopi.
Diungkapkan Sumijo salah satu petani kopi di lereng Merapi, tanaman kopi sebenarnya telah ada di wilayah tersebut sejak masa penjajahan Belanda.
"Karena ditanam di lereng gunung berapi yang aktif, maka hingga saat ini cukup sulit menemukan perkebunan kopi dengan pohon kopi yang berukuran besar. Letusan Merapi yang berulang kali, sering menghancurkan kebun kopi di lereng Merapi," ujarnya.
Untuk mengenalkan kenikmatan kopi Merapi, pada tahun 2010 yang lalu, lelaki yang juga menjabat sebagai ketua Koperasi Kebun Makmur (yang menaungi para peteni kopi di Sleman) ini mendirikan Warung Kopi Merapi.
Kopi susu merapi. (Tribun Jogja/Hamim)
Belum sempat beroperasi warung bersama rumahnya hancur tersapu material letusan tahun 2010.
Bahkan, warung dan rumah milik Sumijo sempat tertimbun meterial dari gunung Merapi sedalam tiga meter.
Setelah reruntuhan rumahnya berhasil ditemukan kembali, bapak tiga orang anak tersebut membangun rumahnya kembali dan mencoba membuka warung kopi pada tahun 2012.
"Setelah erupsi Merapi 2010 dorongan membuka warung kopi semakin besar, karena di depan rumah saya menjadi jalur para wisatawan yang mengikuti wisata lava tour. Dan daerah sini semakin ramai oleh pengunjung," ungkapnya.
Warung Kopi Merapi sendiri berada di Dusun Petung, Desa Kepuhharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Bangunan warungnya terbuat dari kayu sisa bangunan rumah Sumijo yang hancur tersapu awan panas.
Maka tak heran, sebagian besar kayunya tampak menghitam bekas terbakar.
Di warung sederhana ini, Sumijo menjadikan kopi Robusta dan Arabica yang ditanam di sekitar lereng Merapi sebagai andalannya.
Kedua jenis kopi ini disajikan dalam dua varian, yakni original (kopi hitam) dan kopi susu.
Untuk mengubahnya menjadi secangkir kopi yang nikmat, bubuk kopi langsung direbus bersama air.
Hasil penyeduhan seperti ini sering disebut dengan kopi klothok.
Dijelaskan Sumijo, cirikhas Kopi Merapi dibanding dengan kopi daerah lain adalah rasanya yang cenderung soft atau ringan baik itu untuk jenis robusta maupun arabica.
"Karena pengaruh ketinggian, material vulkanik yang ada di lahan sekitar Merapi menghasilkan citarsa kopi yang ringan, dan sedikit asam. Selain itu banyak pengakuan dari para pelanggan yang sebenarnya mereka memiliki masalah lambung, tetapi tidak ada masalah saat meminum kopi Merapi," tambahnya.
Menyeruput secangkir kopi akan semakin menyenangkan dengan beragam kudapan tradisional seperti mendoan, dan pisang goreng.
Bukan hanya karena kopinya yang spesial, ngopi di warung ini akan menghadirkan sensasi yang berbeda karena lokasinya yang berada persis di kaki gunung Merapi.
Jarak tempat ini jika dari puncak Merapi hanya sekitar 7 kilometer.
Suasana sejuk khas pegunungan, tenang, jauh dari hingar bingar perkotaan menjadikan Warung Kopi Merapi ini tempat yang pas untuk santai bersama teman atau keluarga.
Maka tak heran warung kopi ini saat ini menjadi salah satu ikon wisata di lereng Merapi.
"Saat ini kami juga melayani paket coffe break bagi rombongan wisatawan lava tour. Dalam paket tersebut kami menyediakan kopi dan beragam makanan tradisional seperti kacang rebus, ubi rebus, pisang rebus, jagung rebus, mendoan, dan beberapa makanan lainnya," jelas Sumijo.
Harga untuk kopi dan makanan begitu terjangkau oleh semua kalangan.
Secangkir Arbica Merapi dapat dinikmati hanya dengan Rp.8 ribu, bahkan untuk Robustanya hanya Rp.5 ribu.
Untuk Arbica susu cukup dengan Rp.8 ribu per cangkir, dan Rp.7 ribu untuk robusta susu.
Sedangkan paket coffe break harga paketannya mulai dari Rp.15 ribu hingga Rp.25 ribu per orang.
Bagi pengunjung yang ingin membawa pulang kopi khas Merapi, bubuk kopi hasil panenan para petani yang kemudian diolah oleh koperasi bisa diperoleh di warung ini.
Di dusun Petung sendiri, setelah erupsi Merapi 2010, masyarakat kembali menanam kopi di lahan dengan luas setidaknya 50 hektar.
Bahkan beberapa diantaranya telah bisa dipanen.(*)