News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Kalsel

Pedalaman Kotabaru yang Susah Sinyal Selular, Listrik Cuma Malam Hari, Tapi Kehidupan Sangat Tenang

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kehidupan tenang di perkampungan nelayan di Kecamatan Pulau Laut Selatan di Kota Baru Kalimantan Selatan, meski sinyal selular susah dan listrik cuma ada di malam hari. BANJARMASIN POST/ YAYU FATHILAL

TRIBUNNEWS.COM, KOTABARU - Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan memiliki banyak pesona alam yang bisa dieksplorasi.

Kabupaten ini memiliki banyak pantai, laut, kuliner dan kebudayaan lokal yang menarik.

Ada banyak desa di sini yang memiliki nuansa adat lokal dan suasana yang tenang.

Seperti di desa-desa yang ada di Kecamatan Pulau Laut Selatan ini, yaitu Desa Tanjung Seloka, Desa Sungai Bulan dan Desa Alle Alle.

Ketiga desa ini berdekatan dengan suasana kehidupan masyarakatnya yang tenang.


Kehidupan tenang di perkampungan nelayan di Kecamatan Pulau Laut Selatan di Kota Baru Kalimantan Selatan, meski sinyal selular susah dan listrik cuma ada di malam hari. (BANJARMASIN POST/ YAYU FATHILAL)


Daerahnya agak terpencil dan harus melalui hutan serta perkebunan kelapa sawit dulu jika ingin kemari.

Jaraknya puluhan kilometer dari ibukota Kabupaten Kotabaru, yaitu Kotabaru.

Jalannya pun rusak sekali dan tidak diaspal.

Maklum saja, jalan ini kerap dilalui truk-truk pengangkut kelapa sawit.

Tak ada rumah penduduk di sepanjang perjalanan.

Yang sering terlihat hanya truk-truk pengangkut kelapa sawit tersebut.

Sesekali tampak warga sedang menanam padi gunung, yaitu padi yang ditanam di tanah tanpa irigasi seperti yang di sawah.

Di sepanjang perjalanan Anda akan melihat hutan-hutan dan perkebunan yang tak hanya dipenuhi pepohonan namun juga sarang semut dari tanah yang besar-besar.


Kehidupan tenang di perkampungan nelayan di Kecamatan Pulau Laut Selatan di Kota Baru Kalimantan Selatan, meski sinyal selular susah dan listrik cuma ada di malam hari. (BANJARMASIN POST/ YAYU FATHILAL)

Sarangnya berbentuk gundukan-gundukan tanah.

Sekilas memang seperti gundukan tanah olahan manusia yang di bagian atasnya lancip, namun ternyata itu adalah sarang-sarang semut, sebuah hasil karya alami para semut tersebut.

Tiba di pedesaannya, hawa panas menyapa, walaupun malam hari udara tetap panas.

Maklum saja di sekelilingnya pantai dan laut.

Kebanyakan warga sekitar bekerja sebagai nelayan dan pedagang.

Di sini banyak dihuni suku Mandar dari Sulawesi.

Sehari-hari mereka berkomunikasi menggunakan Bahasa Mandar, namun mereka juga mengerti dan bisa berbahasa Banjar dan Bahasa Indonesia.

Menariknya, kehidupan di sini sungguh tenang.

Sinyal telepon selular di sini sangat sulit sehingga tak tampak ada warga yang sibuk dengan telepon selularnya untuk sekadar update status atau mengobrol di media sosial seperti kebanyakan warga di perkotaan.

Sebenarnya ada saja sinyal, namun sangat susah digunakan untuk mengakses media sosial dan internet.

Sinyalnya hanya bisa untuk menelpon dan SMS.

Mereka juga memiliki telepon selular namun hanya digunakan untuk menelpon dan mengirim pesan SMS.

Jika di perkotaan, warganya sibuk bersosialisasi di dunia maya, maka jangan harap Anda bisa menemukan pemandangan demikian di sini.

Sepanjang siang di sini tidak ada listrik, mulai ada listrik menjelang senja hingga subuh.

Makanya, kehidupan di sini terasa tenang karena warganya tak ada yang disibukkan dengan perangkat elektronik seperti gadget, televisi atau permainan elektronik seperti play station.

Di sini, sehari-hari warganya sibuk bekerja dari pagi hingga siang, khususnya kaum lelakinya.

Di pagi hari, anak-anak tampak ramai pergi ke sekolah.

Sementara mereka yang tak bekerja seperti kaum perempuannya, tampak sibuk berkumpul di teras rumah atau di tempat-tempat umum seperti pasar dan dermaga, menghabiskan waktu untuk mengobrol.

Di siang hari, anak-anak kecilnya sibuk bermain di tanah dan di laut.

Mereka tampak riang berlari-lari, bermain kelereng, bermain bola dan menangkap ikan di laut.

Pulangnya, mereka yang menangkap ikan membawa pulang ikan-ikan itu untuk disantap bersama di rumah.

Sementara kaum remajanya, pulang sekolah tampak mejeng dengan teman-teman sebaya mereka di tepi pantai.

Mereka tampak ramai bersenda gurau.

Sorenya, tampak para perempuannya berkumpul di teras-teras rumah, kembali mengobrol dengan para tetangga sambil mengasuh anak bayi mereka.

Ada juga yang tampak ramai berkumpul di halaman rumah sambil membakar ikan untuk menu makan malam mereka.

Tak ada satu pun yang tampak memegang gadget dan sibuk menyendiri dengan gadgetnya itu walau sedang berkumpul dengan yang lain.

Suasana kekerabatannya terasa kental, tak heran jika warga antardesa yang jauh-jauh pun saling mengenal.

Jika malam tiba, suasana di jalan-jalannya sangat sepi dan gelap karena masih banyak hutan di sekitarnya, namun perumahan warga tampak terang karena ada aliran listrik.

Rumah-rumah mereka sudah banyak yang modern berbahan semen, namun masih ada juga yang masih berbahan kayu ulin dan bergaya rumah adat Mandar.

Menariknya, tiang fondasi rumah adat mereka ini tidak ditancapkan ke tanah, melainkan hanya diletakkan di atas batu-batu yang dibentuk seperti segitiga namun bagian atasnya rata.

Batu-batu itu sebagai penumpu bangunan rumah.

Uniknya lagi, menurut warga setempat, Jali, jika pemilik rumah pindah rumah, maka bangunan rumahnya tidak dibongkar tetapi diangkat seutuhnya untuk dipindahkan ke lokasi baru.

“Cara mengangkatnya dengan bergotong royong. Tetangga-tetangganya bekerja bareng-bareng. Di situlah bukti nyata kekerabatan warga sini. Ada semangat gotong royong dan kebersamaannya,” ceritanya.

Soal kuliner, kebanyakan makanan warga setempat berupa ikan yang diolah menjadi beragam jenis kuliner lokal karena pekerjaan mereka sebagian besar adalah nelayan.

Di dermaganya banyak ditemui kapal nelayan sedang tambat, ada juga yang sedang menangkap ikan di tengah laut.

Laut di sekitarnya tampak jernih airnya dan kita bisa melihat dengan jelas ikan-ikan yang berenang di dalamnya.

Berbagai jenis ikan tampak berenang bebas seperti ikan yang kecil-kecil hingga yang besar seperti pare.

Angin kencang menerpa dan terasa segar walau matahari siang itu terik sekali.

Udara di sini memang panas sekali, bahkan jika tidur di malam hari, paginya jangan kaget jika baju Anda akan basah terkena keringat.

Di sini hanya ada satu tempat wisata, yaitu Pantai Sungai Bulan yang ada di Desa Sungai Bulan.

Pantainya tampak tenang dengan pasirnya yang putih keabu-abuan.

Warna air lautnya biru jernih.

Ada dermaga kecil di salah satu sisinya dan di seberangnya ada panggung kecil berbahan semen yang tampak dipenuhi semak belukar dan kurang terawat.

Menurutnya, panggung itu akan dibersihkan jika akan ada acara besar sebagai panggung hiburan.

“Pernah dulu penyanyi dangdut, Evi Tamala tampil di sini,” katanya.

Jika tak sedang ada acara, pesisir pantai ini kerap dijadikan wadah para pemuda dan pemudi setempat berkumpul-kumpul sambil menikmati alam sekitar.

Jika ingin kemari, Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi atau mobil sewaan dengan waktu tempuh sekitar delapan jam perjalanan darat dari Banjarmasin.  (Yayu Fathilal)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini