“Kata orang yang tensi darahnya tinggi tidak boleh makan daging kambing, tapi nggak apa karena akan diimbangi dengan minuman sari buah timun atau parutan pepaya, jadi aman,” ujar Hendra, seorang pengunjung.
Berbeda dengan Nadiatul Hikmah (45). Menurutnya, mencicipi kuah beulangong seperti memutar kembali memori masa kecil bersama nenek yang sering mengundang keluarga besar menikmati kuah beulangong sekaligus bersilaturahmi.
“Saya ingat ketika nenek masih ada. Beliau suka undang anak dan cucunya untuk makan bersama, walau kadang hanya dapat porsi kecil tapi yang penting silaturahminya. Kami sangat suka rebutan potongan dagingnya,” kisah Nadia.
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Aceh, Reza Fahlevi, mengatakan selain ingin mengenalkan aneka kuliner tradisional Aceh kepada dunia, Festival Kuah Beulangong ini juga bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan antar warga, sekaligus juga mengingatkan aneka kuliner tradisional Aceh kepada generasi muda.
Kuah beulangong menjadi menu makan wajib dalam setiap hajatan di Aceh. Mulai dari kenduri (hajatan) penyambutan kelahiran seorang bayi, hingga kematian seseorang, termasuk pesta perkawinan dan sunatan.
(Daspriami Zamzami/ Kompas.com)