“Hakikat Bhinneka Tunggal Ika akan terlihat dari peserta yang berbeda-beda dari berbagai pelosok, baik daerah, suku, agama dan kepercayaan, dan lebih-lebih peserta internasional. Inilah bukti bahwa layang-layang mampu berbicara secara universal yang tidak hanya pada tataran estetika visual," ungkap Kadek.
Wayang kulit sebagai bentuk penerjemahan budaya luhur yang memiliki kedalaman tentang hakekat kehidupan, diangkat kembali dalam memaknai kekuatan itu, selanjutnya menjadi bagian inspirasi dalam melihat banyak aspek realita saat ini.
Kata dia, khusus menimbang tema besar SVF Bhinneka Tunggal Ika, setidaknya banyak mengilhami cara pandang maupun potensi artistik bahwa layang-layang juga mampu memberikan pesan bagi khalayak luas.
Ketua Umum SVF Ida Bagus Gde Sidharta Putra atau akrab disapa Gusde mengatakan kiranya potensi layang-layang di Sanur yang sudah dikenal dunia bahkan menjadi sirkuit layang-layang internasional dapat dibarengi dengan koneksitas pada industri kreatif dan pariwisata.
Menurut Gusde pada bulan musim layang-layang setiap hotel dapat memamerkan layang-layang yang dapat menjadi ikon baru bagi dunia pariwisata.
Ia yakin akan terjadi interaksi antara wisatawan dengan layang-layang yang mereka lihat. Setelah itu, peluang menciptakan produk ikutan dari pernak-pernik yang menarik sampai layang-layang dapat dipasarkan secara langsung.
“Layang-layang bukan hanya menjadi kegemaran maupun keriangan saja, namun lebih dari itu secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Ini yang sedang dirancang Sanur Village Festival, meskipun pada kenyataannya transaksi bisnis dari layang-layang sudah berjalan dengan sendirinya,” jelas Gusde.
Gusde sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan Kadek Armika beserta para kreator dan pelayang Sanur yang telah menjadikan momentum festival tahun ini lebih semarak dan memenuhi tuntutan standar internasional.