TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Masakan belut bersambal mungkin sudah biasa, tapi kalau sambel rujak belut dari tentu asing bagi sebagian besar pecinta rujak atau makan.
Sambel rujak belut, bagian sebagian warga Lamongan juga terdengar asing. Padahal lauk pauk ini sudah puluhan tahun ada. Letaknya di tengah hutan masuk wilayah Kecamatan Bluluk Lamongan Jawa Timur.
Isi sembel rujak belut ini beraneka dicampur belut yang digoreng kering.
Dalam cobek yang terbuat dari tanah liat, gorengan belut yang dipotong kecil-kecir dicampur dengan terong dan diulek bersama bumbu khas ndeso.
Apalagi sambel rujak belit ini semakin nikmat disantap bareng nasi jagung. Yang mau pilih nasi putih juga ada.
Bahkan sesekali waktu musim legen, juga disuguhkan minuman legen selain es teh, jeruk panas dan es jeruk.
Menu makanan dari wilayah barat pojok Lamongan itu terkenal dengan sebutan, Rujak belut, itu nama kuliner belut bersambal masakan Ibu Sulastri di Desa Bronjong, Kecamatan Bluluk.
Warung Sulastri yang berada di sekitar hutan desa setempat inipun selalu ramai dengan pecinta rujak belut.
"Alhamdulillah ramaiĀ apalagi kalau akhir pekan," kata Sulastri yang mengaku sudah 20 tahun membuka warung rujak belut ini.
Lalu apa yang membedakan rujak belut masakan Sulastri dengan sambal belut lainnya, Sulastri mengaku, sambal belutnya lain karena belut goreng yang ia sajikan langsung ia ulek dalam cobek bersamaan ketika menumbuk bumbu.
"Yang membedakan juga, saya menambahkan irisan terong yang juga saya ulek bersama dengan belut dan bumbunya," ujar Sulastri.
Terong yang dipakai, juga bukan terong yang lonjong tetapi terong berbentuk bulat kecil tak lebih besar dari bola tenis meja yang bentuknya rata - rata bentuk seperti tomat.
Terong ini ia dapatkan di sekitar desanya dengan rasa yang manis dan renyah seperti mentimun. Untuk belut, Sulastri menyebut ia mendapat kiriman dari Tuban. Dan luar biasa, dalam sehari rata - rata habis 10 kilogram belut.
"Sehari saya bisa habis 8 sampai 10 kilo belut," ungkapnya.