"Setelah selesai diproses, maskapai akan mengembalikan refund tersebut kepada travel agent dalam bentuk saldo kredit Top Up Balance tadi."
"Maskapai tidak refund ke travel agent dalam bentuk cash,” jelas Gerry.
Apabila konsumen menginginkan refund dalam bentuk tunai, maka untuk setiap refund yang diajukan konsumen, agen travel akan 'menalangi' terlebih dahulu.
Sehingga, dana tersebut dapat dikembalikan kepada konsumen berupa uang tunai.
Artinya, uang yang dikembalikan kepada konsumen itu adalah milik agen travel, yang diperoleh dari pemasukan penjualan.
“Umumnya, travel agent biasanya akan nalangin dulu refund ke customer (dalam bentuk cash/pengembalian limit kartu kredit), menggunakan cash milik travel agent yang didapat dari transaksi,” kata Gerry.
Kini masalahnya, di tengah kondisi pandemi, agen travel kesulitan mengembalikan uang konsumen, lantaran tidak ada pemasukan sehingga memengaruhi arus kas alias cashflow.
Dalam kondisi normal, agen travel masih bisa mengembalikan uang konsumen, karena masih menyimpan dana dari penjualan atau transaksi.
Sehingga, pengembalian dana oleh agen travel didapat dengan memanfaatkan hasil dari transaksi lain dan dapat diproses dalam waktu yang wajar.
Namun, di masa pandemi, tingginya permintaan refund di saat tiadanya transaksi, membuat banyak agen travel hampir tidak mungkin ‘menalangi’ seluruh permintaan pengembalian dana berupa uang tunai kepada konsumen.
Terlebih, pihak maskapai tidak bisa memberikan refund yang diajukan oleh agen travel dalam bentuk cash.
Hal ini dilakukan karena maskapai menggunakan dana tersebut untuk biaya operasional yang terus berjalan, sedangkan jumlah penumpang nyaris tidak ada di tengah pandemi Covid-19.
Utas Gerry juga diperkuat oleh pernyataan Sekjen DPP Astindo Pauline Suharno beberapa waktu lalu.
“Seluruh maskapai saat ini mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan masih terbebani dengan biaya operasional."