Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, ALOR - Dugong atau duyung merupakan mamalia laut yang dilindungi dan populasinya sangat terbatas di dunia.
Di Indonesia hanya ada di 3 daerah habitat dugong.
Salah satunya ada di Kepulauan Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tepatnya di Teluk Kabola, kawasan Pantai Mali.
Adalah One Simusla, seorang perintis konservasi yang sudah beberapa tahun terakhir ini membuka objek wisata pengamatan dugong di Teluk Kabola.
Baca juga: Dugong Dinyatakan Punah Secara Fungsional di Perairan China
One juga sebagai pengelola di Kawasan Konservasi Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar.
Saat berbincang dengan Tribunnews, Sabtu (27/8/2022), One Simusla menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan dugong yang belakangan ia beri nama Mawar.
Persahabatan inilah yang kemudian membuat One membuka objek wisata pengamatan dugong di Teluk Kabola.
Ketika itu tahun 1999, One sedang melakukan konservasi penanaman mangrove di Pulau Sika.
Dia mengatakan pertemuannya dengan dugong Mawar terjadi secara tidak sengaja.
"Saya ketemu dugong ini dari tahun 1999 saat melakukan konservasi penanaman mangrove. Awalnya istri saya mengeluh karena anak lagi kuliah, kalau cuma dari tanaman kita tidak punya duit ini, begitu katanya," kata One kepada Tribunnews, Sabtu (27/8/2022).
Tak lama dari peristiwa itu, dua ekor dugong muncul di samping perahunya.
Sepasang dugong itu kemudian mengikuti One pulang kembali ke Pantai Mali.
"Dari situ sampai hari ketiga dia tetap ikut saya," kata One.
Suatu ketika One mengulurkan kedua tangannya ke laut dan ternyata dugong tersebut mencium tangannya.
Baca juga: Apakah Ikan Duyung Benar-benar Ada? Benarkah Duyung dengan Dugong Sama? Ini Penjelasannya
"Begitu saya di lokasi yang sekarang ini (Teluk Kabola--red) saya ulurkan tangan dan dia cium tangan saya, setelah itu naluri dia ikut saya. Dari situ saya asuh," kata One.
One adalah salah satu pejuang yang memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk memperjuangkan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) yang saat ini disebut SAP (Suaka Alam Perairan).
Singkat cerita hingga pada tahun 2013 ketika Yayasan WWF Indonesia hadir di Alor, One kemudian bermitra dengan WWF.
Kemudian pada tahun 2017, One mengikuti workshop mengenai dugong di Bogor yang difasilitasi oleh Yayasan WWF Indonesia.
Dari situlah sepulangnya workshop, One mulai menjual objek wisata pengamatan dugong di Teluk Kabola.
Saat itu dia tidak tahu bahwa dugong yang ditemukannya berjenis kelamin jantan.
Ikan duyung itu telanjur diberinya nama Mawar dan hingga saat ini masih dipanggil Mawar.
Karakteristik Dugong
Menurut One, Dugong Mawar kini menginjak usia 28 tahun.
Mawar memiliki pasangan betina yang dia beri nama Melati.
Baca juga: Mengenal Dugong, Populasi Mamalia Laut Ini Terus Menurun dan Terancam Punah
Mamalia ini juga memiliki anak berjenis kelamin jantan bernama Siska.
Anak Dugong Mawar yang bernama Siska harus diasuh dulu agar terbiasa sehingga nantinya bisa juga dilihat oleh wisatawan.
Sebab hingga kini hanya Dugong Mawar saja yang bisa dilihat dan menampakkan dirinya kepada wisatawan.
Sementara dugong betina, Melati dan akanya Siska tak pernah menampakkan diri.
Tapi induk dan anak dugong ini selalu bersama dengan dugong Mawar, namun mereka hanya berada di dalam laut dan tak muncul ke permukaan.
Jika diurus dengan baik, dugong akan bisa bertahan hidup hingga usia 60 tahunan.
Sebagai makanannya, ikan duyung mengonsumsi lamun sebanyak 300 kg setiap harinya. Biasanya dia makan pada malam hari.
Lamun adalah tumbuhan berbunga yang dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal.
"Makanan dugong adalah lamun, dia tidak makan ikan karena dia mamalia menyusui. Ada dua macam padang lamun, daun pendek dan daun panjang, itu yang dia suka makan," kata One.
One juga membudidayakan lamun untuk suplai makanan bagi Mawar.
One mengaku memiliki naluri yang sama dengan dengan Dugong Mawar.
Kalau Mawar sakit atau terkena tali jaring, One bisa merasakannya.
Baca juga: 9 Fakta Ikan Duyung alias Dugong, Hewan Mamalia yang Hidup di Perairan Tropis hingga Sub Tropis
"Kalau dia sakit atau kena tali jaring saya bisa rasa, saya bawa dia ke darat dan saya buka jaringnya. Sudah 3 kali kena tali jaring, saya bisa bawa ke darat," ujarnya.
Dugong masih bisa bertahan jika dia terdampar di darat karena memiliki penyimpanan oksigen.
Sebab saat di dalam laut, ikan duyung biasanya akan mengambil napas selama 9 detik hingga 10 detik dengan cara muncul di atas permukaan laut.
Sempat Pakai Uang Pribadi
One mengatakan dirinya sempat menggunakan uang pribadi untuk operasional wisata dugong di Teluk Kabola.
Sebab diakuinya sampai saat ini belum ada perhatian dari pemerintah daerah terutama terhadap operasional wisata pengamatan dugong ini.
"Ini sebenarnya adalah objek wisata Kabupaten Alor, tapi pemda tidak ada perhatian. Baik kalau ada tamu (wisatawan) saya masih bisa beli solar, tapi kalau tidak ada tamu, saya pakai uang pribadi untuk operasional," kata One.
Apalagi saat Covid-19 selama dua tahun lalu, objek wisata pengamatan dugong sepi pengunjung.
One berharap pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan lagi.
"Apalagi ini mamalia, tiap hari saya harus di laut, kalau tidak ada tamu yang berkunjung saya tidak dapat pemasukan," ujarnya.
Mengenal Dugong
Dikutip dari Wikipedia, Duyung atau dugong adalah sejenis mamalia laut yang merupakan salah satu anggota Sirenia atau sapi laut.
Dugong masih bertahan hidup selain manatee dan mampu mencapai usia 22 sampai 25 tahun.
Duyung bukanlah ikan karena menyusui anaknya dan masih merupakan kerabat evolusi dari gajah.
Ikan duyung ini merupakan satu-satunya hewan yang mewakili suku Dugongidae.
Selain itu, ia juga merupakan satu-satunya lembu laut yang bisa ditemukan di kawasan perairan sekurang-kurangnya di 37 negara di wilayah Indo-Pasifik, walaupun kebanyakan duyung tinggal di kawasan timur Indonesia dan perairan utara Australia.
Duyung adalah satu-satunya mamalia laut herbivora atau maun (pemakan dedaunan), dan semua spesies sapi laut hidup pada perairan segar dengan suhu air tertentu.
Duyung sangat bergantung kepada rumput laut sebagai sumber makanan, sehingga penyebaran hewan ini terbatas pada kawasan pantai tempat ia dilahirkan.
Hewan ini membutuhkan kawasan jelajah yang luas, perairan dangkal serta tenang, seperti di kawasan teluk dan hutan bakau.
Moncong hewan ini menghadap ke bawah agar dapat menjamah rumput laut yang tumbuh di dasar perairan.