Menurut Bubb, hal ini disebabkan oleh banyaknya hal yang harus dipantau oleh pilot selama kedua fase tersebut.
“Pilot harus memantau sistem pesawat, memperhatikan lalu lintas udara di sekitar bandara, mendengarkan instruksi dari pengatur lalu lintas udara, dan siap untuk membatalkan lepas landas atau pendaratan jika diperlukan,” jelasnya.
Selain itu, saat lepas landas dan mendarat, pesawat berada dalam kondisi yang disebut “konfigurasi kotor,” yaitu ketika flap sayap dan roda pendaratan diturunkan.
Dalam kondisi ini, kecepatan pesawat lebih rendah, sehingga jika pilot tidak waspada, risiko kehilangan daya angkat (stall) meningkat.
Stall dapat menyebabkan kecelakaan fatal.
Namun, penting untuk diingat bahwa insiden fatal dalam penerbangan sangat jarang terjadi.
Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), risiko fatalitas dalam penerbangan begitu rendah sehingga seseorang harus terbang setiap hari selama 25.214 tahun untuk mengalami kecelakaan fatal.
Apakah Ada Alasan Lain Lampu Kabin Diredupkan?
Selain alasan keselamatan, lampu kabin juga sering diredupkan selama penerbangan malam atau saat pesawat berpindah dari zona waktu terang ke gelap.
Setelah pesawat lepas landas dan penumpang mulai merasa nyaman—dengan selimut, makanan, atau hiburan dalam penerbangan—lampu biasanya kembali diredupkan.
Meredupkan lampu ini juga membantu menghemat energi dan menciptakan suasana yang mendukung bagi penumpang yang ingin beristirahat selama penerbangan.
Di sisi lain, keputusan tentang pencahayaan luar pesawat juga berhubungan dengan keselamatan.
Selama lepas landas dan mendarat, lampu luar dinyalakan agar pesawat terlihat oleh lalu lintas udara lainnya.
Setelah pesawat mengudara, lampu luar biasanya dimatikan untuk mencegah keausan.
Begitu pesawat mendarat, lampu pendaratan dimatikan untuk menghindari menyilaukan pilot pesawat lain.
Ambar/Tribunnews