Chicago, 12 Juni 2012. Berdasarkan informasi saat ini, nampaknya Sukhoi Superjet 100-95, Reg. No. 97004, CN 95004 menabrak Gunung Salak ketika masih dalam kendali tidak lama setelah lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma dalam penerbangan demonstrasi dengan mengangkut pula 37 penumpang non-Rusia. Laporan awal tentang transkrip dari perekam suara kokpit (CVR) memberi kesan bahwa sistem peringatan terhadap daratan (TAWS) masih berfungsi dan seharusnya bisa memperingatkan kru penerbang adanya daratan dalam jarak dekat
Superjet 100 merupakan pesawat “fly by wire”, dengan sejumlah bagian komponen dirancang dan dibuat di luar Rusia. Secara khusus, Sukhoi mengadakan perjanjian dengan Boeing Corporation yang berbasis di USA untuk manajemen proyek dan jasa konsultasi, yang mungkin mencakup pelatihan kru penerbangan. Nampaknya juga produsen dari USA Honeywell, Parker Hannifan, Hamilton Sundstrand, dan Goodrich juga menyediakan bagian dan sistem komponen untuk Sukhoi. Belum diketahui apakah ada dari komponen ini yang gagal, namun tampaknya pesawat yang mengalami kecelakaan merupakan pengganti untuk Superjet 100 yang berbeda yang telah terbang dalam rangka demonstrasi hanya beberapa hari sebelumnya di luar Indonesia.
Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan ini adalah disorientasi ruang pada kru, kesalahan pilot, kemungkinan kegagalan mekanis, dan kesalahan ATC. Yang jelas, Sukhoi menanggung tanggung jawab hukum atas kecelakaan ini, apapun penyebabnya. Namun tanggung jawab secara konkuren bisa muncul terkait dengan pihak-pihak Amerika dan, sama pentingnya, yurisdiksi USA atas Sukhoi mengingat perjanjian kontraknya dengan berbagai produsen USA. Dengan demikian USA jelas ada hubungannya dengan kecelakaan ini. Dan apabila kasus hukum ini di bawa ke pengadilan di USA maka ada beberapa keuntungan bagi keluarga korban.
Peraturan Menteri Perhubungan PM 77 tahun 2011 tidak tepat untuk kasus ini
Tuntutan pemerintah Indonesia kepada pihak Sukhoi untuk memberikan asuransi kepada ahli waris korban pesawat sukhoi sebesar 1.25 Milyar merujuk pada Bab III Pasal 3 huruf a Peraturan Menteri Perhubungan no 77 tahun 2011. Yang berbunyi;
“Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat
kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada
hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian
sebesar Rp.1.250.000.000,00 (satu miliar duaratus lima puluh juta
rupiah) perpenumpang;
Namun sebenarnya hal ini tidak tepat apabila diterapkan pada kasus kecelakaan pesawat sukhoi superjet 100-95. Karena seluruh point yang tertera pada peraturan menteri tersebut ditujukan untuk penerbangan komersil terjadwal, sedangkan pesawat sukhoi superjet 100-95 yang menabrak tebing gunung salak merupakan penerbangan demo tidak terjadwal yang tidak dibebankan biaya untuk tujuan marketing. Tentunya jika korban yg meninggal adalah penanggung jawab ekonomi dan memberikan dukungan ekonomi yang signifikan bagi keluarganya, maka dalam hal ini asuransi yang seharusnya diterima ahli waris korban bernilai lebih dari ada dalam peraturan menteri
Selain itu sebelumnya, dalam Bab II Pasal 2 disebutkan
“pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap….”
“Pengangkut” adalah seperti yang telah dijelaskan pada Bab I, Pasal 1, paragraph ke 2 yaitu adalah “Badan Usaha Angkutan Udara…. yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga,” dan “angkutan udara niaga” dijelaskan dalam paragraph 4 sebagai “ Angkutan Udara untuk umum dengan memungut pembayaran”, sementara penjelasan “badan usaha angkutan udara” dijelaskan dalam paragraf 5 sebagai “badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas….. yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang…… dan memungkut pembayaran.”
Maka, dalam hal ini, Sukhoi tidak masuk dalam katagori “pengangkut” karena
(1.) Sukhoi bukanlah Badan Usaha Angkutan Udara, karena bukan merupakan perseroan Indonesia, tidak memungut biaya dalam penerbangan demo (demo flight) ini dan tujuan utamanya bukan untuk mengoperasikan pesawat untuk mengangkut penumpang namun untuk menjual pesawat-pesawat tersebut
(2.) Bahwa penerbangan demo (demo flight) ini tidak masuk dalam katagori Angkutan Udara Niaga karena penerbangan ini tidak merupakan transportasi umum udara yang memungut pembayaran
Keuntungan dari Prosedur Pengadilan Amerika Serikat
Sistem keadilan USA memungkinkan para pihak untuk menuntut klaim mereka melalui penasehat USA untuk mencari tahu apa yang terjadi sehingga mengakibatkan kecelakaan dan untuk memperoleh dokumen dan kesaksian yang diperlukan dari mereka yang bertanggung jawab. Ini berbeda dari kebanyakan yurisdiksi lainnya, dimana pengadilan atau penuntut negara mengambil alih peran ini dan menempatkan korban pada peran yang tidak diinginkan sebagai pengamat.
Bila kasusnya tetap berada di sistem pengadilan USA, maka seorang hakim atau juri USA akan menilai kesalahan tergugat dan klaim kerugian, umumnya dalam 18 bulan hingga 2 tahun sejak tuntutan diajukan. Bila kasusnya dilepaskan di USA untuk kemudian diproses di pengadilan Rusia atau Indonesia, maka semua tergugat USA akan wajib untuk hadir dan membela diri mereka di pengadilan tersebut. Mengingat biaya-biaya tak terduga (tidak menang/tidak dibayar) dan penasihat USA yang menyebabkan keluarnya semua biaya di depan, tidak ada kerugian bagi keluarga untuk memilih proses pengadilan di USA.
Penyelidikan akan komprehensif, tidak dipengaruhi oleh tekanan politik, dan hasil temuan lebih cepat daripada di Indonesia, Rusia, atau yurisdiksi lainnya.
Selain itu, tidak ada batasan kerugian atau skema kompensasi yang kaku di USA– seorang juri diberi kuasa untuk membuat putusan atas seluruh kerugian ekonomi dan non-ekonomi korban. Tidak ada ketentuan atau peraturan di USA seperti di Indonesia yang membatasi ganti kerugian akibat kasus kecelakaan penerbangan.
Juga, tidak ada alasan untuk menunggu keluarnya laporan resmi sebelum mengambil tindakan hukum di USA. Sebaliknya, laporan resmi bahkan mungkin tidak bisa menjadi bukti yang dapat diterima di pengadilan di USA, dan bila dapat diterima, tentunya tidak mengikat bagi hakim atau juri. Tindakan di USA sepenuhnya bersifat mandiri dan terpisah dari penyelidikan di Indonesia. Oleh karena itu lebih cepat para pihak menunjuk penasihat USA untuk mewakili kepentingan mereka, lebih baik.
Michael P. Verna,salah satu pengacara Amerika di bidang penerbangan yang paling berpengalaman dan sukses dalam berbagai kasus litigasi kecelakaan penerbangan komersil dunia menyatakan, bahwa asuransi kecelakaan sebesar 1,25 milyar yang diberikan oleh pihak maskapai penerbangan Sukhoi kepada para korban pesawat sukhoi superjet 100-95 yang hancur menabrak tebing gunung salak Mei lalu terbilang sangat kecil, terutama apabila dikaitkan dengan tujuan komersil dari penerbangan pesawat tersebut sebelum terjadinya kecelakaan.
Hal tersebut setidaknya pernah dilakukan oleh Verna saat menjadi pengacara ahli waris dari 110 korban kecelakaan pesawat Air Philippines Boeing 737-2H4 di Filipina pada tahun 2000 silam. Para ahli waris korban saat itu mendapat ganti rugi senilai US$165,000,000. Sebuah ganti rugi terbesar yang pernah didapatkan dalam kecelakaan pewasat terbang di kawasan Asia Pasifik.
Ahli Waris Berhak Atas Kompensasi yang Adil
Ahli waris almarhum korban berhak atas kompensasi yang adil atas kehilangan orang tercinta mereka. Ini tidak hanya tentang kompensasi semata, karena penyebab utama terjadinya kecelakaan ini juga harus ditemukan. Selain itu, siapapun yang terlibat harus sepenuhnya bertanggung jawab. Tentunya tujuan utamanya adalah agar tragedi seperti ini tidak akan terulang dikemudian hari karena siapapun yang bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawabannya
Karena itu menjadi penting bagi keluarga ahli waris korban untuk tidak menandatangani rilis apa pun tanpa berkonsultasi dengan pengacara yang memahami hukum terkait kecelakaan penerbangan. Karena tujuan penanggung asuransi adalah agar korban menandatangani rilis penuh atas liabilitas terhadap semua pihak yang terlibat untuk penyelesaian ganti rugi yang sederhana - jauh lebih sedikit dari yang dibolehkan dalam hukum seharusnya. Pemberi asuransi kemudian akan meminta penggantian dana atas apa yang sudah dibayarkannya pada para pihak ketiga. Apabila rilis tersebut ditandatangani, hal itu akan mencegah korban dari upaya mengambil tindakan hukum menuntut pihak-pihak tersebut dan memanfaatkan sistem peradilan yang lebih memihak korban.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Michael P. Verna di mverna@bowlesverna.com atau kunjungi website kami di www.bv-law.com.
TRIBUNNERS TERBARU