Oleh Pengamat Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Ari Junaedi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjuk rasa sebagian besar karyawan Televisi Republik Indonesia (TVRI) di kantor pusat TVRI di Kawasan Senayan, Jakarta beberapa hari lalu seperti menjadi puncak kekesalan terhadap Dewan Pengawas TVRI.
Surat rekomendasi DPR RI kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga sekarang belum berbuah hasil. Sepertinya Presiden SBY "memihak" Dewas TVRI karena didalamnya berintikan kader dan simpatisan Partai Demokrat. Ketua Dewas TVRI adalah Elsprisdat yang notabene adalah anggota tim sukses SBY dan dikenal dekat dengan Ketua DPR RI Marzuki Allie.
DPR secara resmi telah membintangi anggaran TVRI karena kisruh Dewas TVRI dengan direksi TVRI. Dewas TVRI dinilai DPR sewenang-wenang mengganti manajemen dan diduga kerap mengerjakan "proyek" dengan memanfaatkan TVRI. Dewan TVRI jugalah yang "meloloskan" siaran live 3 jam saat Partai Demokrat menggelar Konvensi.
Surat rekomendasi rapat paripurna DPR untuk pemberhentian Dewas TVRI telah 3 bulan yang lalu dikirim ke Presiden SBY dan hingga kini "digantung" tidak menentu.
Akibatnya dana operasional TVRI menjadi terhenti akibat pembintangan dari DPR. Hanya faksi Demokrat yang "ngotot" mempertahankan Dewas TVRI. Selebihnya, seluruh fraksi di DPR sepakat menyudahi masa kerja Dewas TVRI.
Banyak siaran TVRI sekarang ini berupa siaran ulangan tayangan dua atau tiga tahun yang lampau (re-run). Untuk siaran live, TVRI hanya mengandalkan program berita.
Belum lagi uang makan dan uang lembur karyawan kini ditiadakan lagi. Pekerja senior banyak yang terabaikan tetapi pegawai outsourching justru dinaikkan posisinya. Akibatnya, kreatifitas karyawan TVRI tidak termanfaatkan secara optimal. Padahal, TVRI adalah "bidan" dari kelahiran stasiun televisi swasta.
TVRI hingga tahun 1990-an, masih disegani televisi-televisi negara negara lain karena dianggap sebagai stasiun televisi pemerintah yang hebat. Berbagai program tayangan yang mendidik lahir karena kejeniusan pegawai TVRI.
Prihatin, dengan kondisi TVRI terkini. Masa emas dan kejayaan TVRI telah terengut oleh kepentingan politik dalam hal ini karena syahwat partai Demokrat. kembalikan TVRI kepada orang dalam dan profesional agar bisa mengimbangi tayangan buruk yang kini mendominasi isi siaran televisi-televisi swasta. TVRI sekarang ini ibaratnya dijadikan SBY sebagai barang "rongsokan". Hidup segan, mati pun tak mau.
Keresahan dan ketidakmenentuan nasib karyawan akibat ketidakbecusan Dewas TVRI harus dihentikan dengan cara SBY mau peduli dan segera menindaklanjuti surat rekomendasi dari DPR.
Masak beli pesawat kepresidenan yang super mahal menjadi prioritas SBY sementara siaran TVRI yang mencerdaskan anak bangsa dibiarkan terlantar ? Dimana logika pemerintah?
Pemerintah seakan abai dan membiarkan terjadinya pembodohan lewat siaran isi televisi-televisi swasta. Komisi Penyiaran Indonesia/KPI pun dibonsai kewenangan oleh organ pemerintah yang bernama Kementrian Komunikasi dan Informasi.
Ada baiknya semua pihak termasuk Presiden SBY mempunyai semangat mengembalikan "marwah" TVRI seperti semula.
Bung Karno pernah berkata seluruh untaian zamrud katulistiwa bisa dipersatukan oleh siaran TVRI. Anak-anak bangsa perlu mendapat pemahaman yang benar tentang kehidupan diantaranya melalui isi siaran televisi yang mendidik. Dan harapan itu hanya ada pada TVRI.