Oleh: M. Maulana, SH
Koordinator Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (MPPI)
TRIBUNNEWS.COM - Tuntutan pencopotan Sufmi Dasco Ahmad selaku Ketua Tim Penyelidik Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) kasus pertemuan Fadli Zon dan Setya Novanto dengan Donald Trump di Amerika Serikat ditengarai sebagai permainan untuk menghambat pengusutan kasus tersebut.
Ada pihak-pihak yang ingin perkara tersebut menguap begitu saja tanpa ada satu orangpun yang dikenakan hukuman. Di media massa mereka menyerang independensi Dasco dengan mendistorsi seolah Dasco akan melindungi Fadli Zon karena sama-sama kader Gerindra.
Sejatinya mereka justru khawatir jika Dasco bekerja serius dan mengakibatkan kedua pimpinan DPR tersebut dihukum.
Dasco selama ini dikenal sebagai sosok yang tegas dan tanpa pandang bulu jika memeriksa perkara pelanggaran kode etik di MKD. Dalam kasus ini, kinerja Tim yang dipimpin Dasco memang cukup kinclong karena dalam beberapa hari sudah melakukan pemanggilan sejumlah saksi dan mulai mengumpulkan bukti-bukti konkrit pelanggaran kode etik DPR.
Yang paling penting untuk digarisbawahi, selama ini Dasco juga kerap berselisih pendapat dengan Fadli Zon di internal Fraksi Partai Gerindra.
Sebagai sesama Wakil Ketua Umum keduanya bersaing sengit, jika Fadli Zon populer di media massa, maka Dasco punya jaringan kuat di internal. Yang jelas keduanya memang tidak pernah akur sejak lama.
Kasus Donald Trump ini adalah kasus sangat penting yang menjadi batu ujian bagi MKD karena melibatkan dua pimpinan DPR yang seharusnya justru menjadi contoh dalam hal penegakan kode etik.
Proses pemeriksaan harus bersih dari intrik dan intervensi politik yang bersetujuan sekedar menyelamatkan muka pimpinan DPR.
Tim Penyelidik MKD harus bisa benar-benar bekerja secara independen, profesional dan efektif sehingga fakta sebenarnya yang terjadi di Amerika bisa benar-benar terbuka dan diketahui oleh publik.