Oleh : Makmur Sianipar, Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Teolog Indonesia (PEMASTI), dan Direktur Research Institute for Ethical Business and Political Leadership Development (Rebuild)
ADA malam yang dingin di Betlehem, lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Langit tampak biasa saja bagi sebagian besar orang; gelap, sunyi, dan tanpa kejutan. Tetapi di pinggiran kota kecil itu, di antara aroma jerami dan suara napas ternak, seorang ibu muda melahirkan seorang bayi di sebuah kandang. Dunia terus berjalan seolah-olah tidak ada yang istimewa. Penguasa di Roma tidak tahu.
Para imam besar di Yerusalem tidak peduli. Tetapi, di padang sepi, sekelompok gembala yang terlupakan mendengar kabar itu lebih dulu.
"Jangan takut," kata malaikat itu kepada mereka. Jangan takut, di tengah kemiskinan kalian, di tengah penindasan Romawi, di tengah malam yang panjang dan dingin. "Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat."
Kisah itu selalu terasa akrab, lebih sebagai puisi daripada sejarah, lebih sebagai harapan daripada catatan faktual. Ya.., laksana dongeng yang dibacakan untuk mengantar tidur dan mengusir dinginnya malam. Tetapi seperti setiap puisi yang baik, ia menggema ke dalam realitas kita. Dunia hari ini tidak jauh berbeda dari Betlehem waktu itu.
Kita hidup dalam masa di mana suara-suara ketakutan lebih keras daripada suara malaikat. Di Gaza, bom meledak, menghancurkan rumah dan kehidupan. Di Ukraina, salju pertama tahun ini tidak membawa damai, tetapi deru tank dan misil. Di tempat lain, di gang-gang sempit kota besar, keluarga miskin menggigil dalam kegelapan, memikirkan bagaimana caranya makan esok hari.
Baca juga: Kumpulan Ide Kado Natal 2024 untuk Keluarga, Pasangan, Teman, dan Anak
Kemiskinan dan kekerasan bukanlah kisah baru; mereka adalah latar tetap dari sejarah manusia. Seperti kata Yesus, “orang miskin selalu ada padamu” (Matius 26:11).
Namun, Natal adalah kisah tentang Tuhan yang memilih untuk hadir justru di tengah kehancuran dan ketakutan itu. Ia tidak lahir di istana, tetapi di kandang. Ia tidak menyapa raja-raja terlebih dahulu, tetapi gembala, orang-orang yang tahu rasanya dilupakan. Pesan Natal selalu kontradiktif: kabar baik untuk yang miskin, sukacita di tengah penderitaan.
Dan sekarang, di tahun 2024, bagaimana kita membawa pesan itu kepada dunia yang sedang remuk?
Betlehem Hari Ini
Jika kita melihat ke dunia modern, Betlehem bukanlah kota terpencil yang sederhana. Ia menjadi saksi perpecahan, tempat konflik antara dua bangsa yang saling bertikai.
Tetapi simbolisme Betlehem tetap hidup: ia adalah gambaran tempat di mana Tuhan memilih untuk hadir dalam bentuk yang paling rapuh, paling sederhana, paling nyata.
Kelahiran Yesus terjadi di tengah tekanan kekaisaran Romawi, dengan pajak yang menindas, ketidakadilan sosial, dan jurang yang lebar antara kaya dan miskin. Pada waktu itu, rakyat kecil seperti Yusuf dan Maria harus tunduk pada kehendak penguasa. Bahkan perjalanan mereka ke Betlehem adalah hasil dari kebijakan sensus untuk mengamankan pajak bagi Roma.