Oleh: Heru Pujihartono
Sabtu (27/9) ini, atau hari ke-13 Dzulhijah, kami sudah tiba kembali di apartemen di Batha Quraisy.
Kawasan ini letaknya hanya sekitar tujuh kilometer dari Masjidil Haram, Mekah.
Apartemen ini menjadi tempat tinggal sementara dari jamaah haji asal Indonesia yang dikoordinasikan oleh Hiratour, salah satu biro perjalanan haji dan umroh anggota Kesthuri (Kesatuan Travel Haji dan Umroh Indonesia).
Apartemen ini sudah ditempati sejak rombongan tiba dari Jakarta.
Dari apartemen ini pula kami beranjak ke Mina, mabit atau bermalam di sana untuk pijakan melakukan wukuf di padang arafah, kemudian ke Mudzalifah, dan kembali ke Miina guna tiga kali melontar jumroh.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, saat melontar jumroh yang pertama pada Kamis pagi lalu itulah terjadi musibah yang menyebabkan lebih dari 700 jemaah haji tewas.
Ratusan lainnya cedera, dan disebut-sebut lebih dari 200 jemaah lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
Hingga Sabtu siang waktu Saudi ini, berbagai isu dan spekulasi terkait musibah yang terjadi pada Kamis pagi hingga siang itu masih menjadi bahan pembicaraan hangat.
Hal ini berbeda dengan saat terjadinya musibah jatuhnya crane di area Masjidil Haram pada dua pekan sebelumnya, yang juga menyebabkan ratusan jemaah meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.
Salah satu spekulasi terkait musibah di terowongan Mina adalah, adanya keterlibatan kelompok tertentu dari Iran.
Terakhir, Iran mengakui bahwa sekitar 300 jemaah haji Iran diketahui melawan arus dan layak bertanggung-jawab tragedi dorong mendorong yang menyebabkan 717 wafat, dengan 131 diantaranya adalah jemaah Iran sendiri.
Di luar itu, aktivitas dalam menjalani ibadah haji sama sekali tak terpengaruh oleh peristiwa memilukan yang terjadi Kamis pagi lalu itu. Ibadah haji adalah ketentuan suci dari Allah SWT yang memerlukan banyak pengorbanan, baik fisik dan mental.
Oleh karena itu, mereka yang menjalani ibadah haji sekaligus siap jika ajal datang menjemput.