Oleh: Heru Pujihartono
Sudah lebih dari dua pekan kami berada di Tanah Suci, sejak meninggalkan ibukota 16 September lalu. Seluruh proses ibadah haji telah kami laksanakan, alhamdulillah, senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran.
Saya bersama seorang sahabat dekat, namanya tubagus adhi, masih berada di Mekkah hingga Minggu (4/10) pagi.
Selanjutnya kami akan hijrah ke Madinah, guna beribadah di masjid kebanggaan rasulullah, Muhammad SAW, Madinah Munawaroh, dan melakukan ziarah-ziarah.
Minggu subuh kami akan Tawaf Wada, tujuh kali memutari Baitullah sebagai salam perpisahan. Kami berharap akan kembali lagi ke Masjidil Haram ini. Umat muslim mana di belahan dunia ini yang tak merindukan Masjidil Haram?
Kalau dikatakan banyak kemudahan yang dirasakan sehingga ibadah haji kami seakan dilancarkan, saya sangat meyakini hal itu.
Perjalanan ibadah haji 1436 H atau 2015 ini sejak awal diperkirakan lebih berat karena kondisi cuaca yang lebih panas. Akan tetapi, hal itu tidak mengurangi kenyaman yang mereka petik dalam menjalani ujian dari Allah SWT itu.
Saat terjadi musibah pada pelontaran jumrah aqobah, Kamis pekan lalu di Mina, saya sudah beberapa jam sebelumnya menyelesaikan salah satu kewajiban dalam menunaikan ibadah haji itu.
MENARIK & BERHARGA.
Dalam proses menunaikan ibadah haji ini saya juga mengenyam berbagai pengalaman menarik dan pelajaran berharga. Apakah ini sekadar kebetulan?
Pada Rabu (30/9) malam, selepas Maghrib, saya dan tubagus adhi tiba-tiba disapa oleh seseorang yang tidak kami kenal, tinggi kurus dan berjanggut putih keperak-perakan.
"Assalammualaikum..." dia menyapa saya dengan ramah.
Setelah saya membalas salamnya, dia menjabat tangan saya dan secara spontan mengatakan,"Kamu dari jawa. Siapa nama kamu?"
Saya sempat terpana sebelum menjawab. Dia kemudian mendekati tubagus adhi, dan menyatakan, "Kamu dari sunda..".