News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Alih Fungsi Lahan Pertanian Semakin Memprihatinkan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lahan pertanian di Desa Panji, Kecamatan Suasada, Buleleng yang akan dijadikan perumahan.

Oleh : H Rofi’ Munawar, Lc, Anggota Komisi IV Fraksi PKS

TRIBUNNEWS - Anggota Komisi IV DPR RI, Rofi Munawar mengingatkan pemerintah agar mencegah alih fungsi lahan pertanian yang berlebihan, akibat dari pengembangan proyek-proyek infrastruktur yang direncanakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Pemerintah pusat maupun pemda masih menganggap bahwa pembangunan semata-mata hanya mendorong peningkatan infrastruktur fisik, yang seringkali mengorbankan lahan pertanian produktif. Karenanya mendesak Kementeriaan Pertanian untuk segera melakukan pendataan alih fungsi lahan pertanian sehingga dengan data yang akurat maka kebijakan yang dihasilkan untuk mencapai kedaulatan pangan lebih efektif dan efisien," ujar Rofi, Selasa (1/12/2015).  

Alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk, pembangunan infrastruktur publik serta sarana industri di Indonesia cukup mengkhawatirkan hingga 100 ribu hektar setiap tahun sehingga akan berdampak terhadap krisis pangan secara nasional bila tidak ditangani secara serius. Ditengah target pencapaian swasembada pangan tahun 2017, perlu ada langkah serius dalam penegakan hukum dan proteksi maksimal terhadap lahan pertanian produktif.

Rofi menjelaskan, Alih fungsi tanah pertanian menjadi non-pertanian dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, antara lain menurunnya produksi pangan yang menyebabkan terancamnya kedaulatan pangan, hilangnya mata pencaharian petani dan dapat menimbulkan pengangguran, dan hilangnya investasi infrastruktur pertanian (irigasi) yang menelan biaya sangat tinggi.

Sudah banyak regulasi yang dikeluarkan, namun komitmen dalam penerapannya sangat minim dari pemerintah maupun pemda. Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang PLP2B dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah diantaranya : (a) PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (b) PP No 12/2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (c) PP No. 25/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan (d) PP No. 30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Selain itu diterbitkan pula Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

“Regulasi-regulasi tersebut dalam implementasinya belum efektif sebagaimana terlihat dari alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi dan semakin tidak terkendali. Insentif ekonomi yang tertuang dalam PP tersebut masih dalam tataran normatif, sehingga relatif sulit untuk diimplementasikan di lapangan,” kata Rofi.

Untuk itu Rofi melihat perlunya Kementerian Pertanian melakukan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian berbasis partisipasi masyarakat terdiri dari instrumen hukum, instrumen ekonomi, zonasi dan inisiatif masyarakat.

Selain itu, Kementerian Pertanian harus memperkuat aspek kelembagaan dalam mewujudkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang berbasis masyarakat (community-based action). Strategi pengembangan kelembagaan nya harus secara eksplisit mempertimbangkan dimensi manusia dan hubungan antara sistem sosial, ekologi dan sistem ekonomi. Mendesak pemerintah daerah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) sesuai amanat UU Nomor 41 Tahun 2009.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini