Oleh: Dr. Ya’qud Ananda Gudban, SS.,SST.Par.,MM *
*Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak, serta Pengajar Program Magister Kajian Wanita Universitas Brawijaya Malang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2024, tidak saja bermuatan aspek demokratis yang mencerminkan ekspresi kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin di tingkat daerah, namun juga rawan akan potensi konflik sosial dengan segala dampak negatifnya.
Kisruh saat dalam masa proses kampanye Pilkada 2024 seperti yang kita lihat belakangan seperti, bentrok diduga antar pendukung pasangan calon yang menewaskan satu orang di Sampang, Madura, kisruh antar paslon dan pendukung pada saat debat publik di beberapa daerah, permasalahan peserta pilkada dengan penyelenggara, menyebarnya berita-berita hoaks yang dilaporkan kepada pihak berwajib oleh sejumlah kalangan di berbagai daerah, masih menjadi fakta yang harus kita terima.
Belajar dari banyak kasus soal kericuhan pada tahun-tahun sebelumnya, tentunya Pilkada serentak tahun ini, harus berjalan dengan kondusif, damai, tertib dan aman.
Tentu saja hal itu bukan sekadar kita jadikan semboyan belaka, namun harus sungguh-sungguh diaplikasikan, agar pesta demokrasi justru tidak menjadi beban dalam demokrasi, yakni pelaksanaan Pilkada yang justru berujung pada konflik sosial yang lebih luas di masyarakat.
Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menciptakan Pilkada yang aman, damai tertib dan kondusif.
Pertama, adalah aspek pendidikan politik kepada masyarakat dalam menyikapi perbedaan pilihan.
Berbeda pilihan dalam menentukan sikap terhadap pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada merupakan sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi, justru memaksakan satu pilihan terhadap masyarakat merupakan sikap tidak demokratis dan bertolak belakang dengan kebebasan dalam menentukan calon pemimpin yang dijamin dalam undang-undang.
Justru, yang menjadi persoalan adalah tindakan-tindakan yang merusak demokrasi dengan model memainkan politik identitas hingga penggunaan kampanye hitam yang justru berpotensi merusak pesta demokrasi.
Kaitan dengan hal ini, pemerintah bersama dengan aparat keamanan harus lebih aktif melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan dalam Pilkada.
Mencegah penyebaran berita hoaks dan juga kampanye hitam adalah salah satu upaya dan langkah preventif dalam menciptakan Pilkada yang damai.
Banyak kasus, kerusuhan dalam pesta demokrasi dimulai dengan munculnya berita bohong yang tersebar di masyarakat oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab.
Kedua, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga penyelenggara pemilu di daerah.