Oleh Rachmad P Panjaitan Ketua PP Front Mahasiswa Nasional
TRIBUNNERS - Tanggal 20 Maret 1602 kolonial Belanda berhasil menancapkan dominasi atas Indonesia dengan membuat kongsi dagang yang dikenal sebagai VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Tujuannya VOC didirikan Belanda ialah memonopoli ekonomi di Indonesia, VOC juga berusaha untuk mengkonsolidasikan sistem politik agar berada di bawah kekuasaan Belanda.
Akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 yang salah satu faktornya akibat mengguritanya korupsi di tubuh VOC, selain juga mendapatkan tantangan keras dari rakyat Indonesia. Akibat Korupsi di tubuh VOC ini, bangsa pribumi mengalami penghidupan yang memprihatinkan dan dalam bayang-bayang kemiskinan yang akut.
Korupsi VOC ini tidak lantas berhenti ketika Republik Indonesia telah merdeka. Korupsi yang paling masif dilakukan semasa Orde baru Soeharto selama 32 Tahun berkuasa sebagai pelayan setia kepentingan asing di Indonesia.
Korupsi Soeharto beserta kroni dan anteknya, menjadi catatan sangat buruk dalam perkembangan sejarah bangsa. Paling santer bila menyangkut korupsi Soeharto terkait 7 buah Yayasan yang diketuainya. Total kerugian Negara yang dicuri mencapai hingga 200 Triliun (Sumber Wikipedia: Kasus Korupsi Soeharto). Namun, ironya kasus korupsi Soeharto tidak pernah diusut tuntas hingga saat ini. Bahkan tahun 2006 diterbitkannya SK Penghentian Penuntutan Perkara yang isinya menyangkut korupsi Soeharto.
Era reformasi 1998 yang dibarengi dengan isu Pemerintah bersih (Good Governance) yang mengadopsi negara-negara Maju, disebut-sebut menjadi tonggak untuk memberantas korupsi di Indonesia. Berbagai lembaga negara direformasi untuk mewujudkan cita-cita memberantas korupsi guna mewujudkan pemerintahan yang bersih.
Tahun 2002 dibentuk Komisi Pemilihan Korupsi (KPK) yang ditujukan sebagai lembaga negara yang bersifat independen dan bebas untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Akan tetapi, berbagai usaha yang dilakukan pemerintahan di Indonesia masih menjadi “pseudo” dalam memberantas korupsi.
Praktek korupsi, menyelewengkan kekuasaan, memperkaya diri dan keluarganya, suap, kongkalikong dengan pebisnis dan asing, masih menjadi gambaran dari pemerintahan Indonesia hingga saat ini.
Semasa Megawati, kasus BLBI menjadi sangat mencengangkan sekaligus kelanjutan korupsi yang semakin menggila di Indonesia. Bagaimana tidak, total kerugian negara akibat pemberian BLBI ke sejumlah penguasa semacam Bob Hasan mencapai 600 Triliun.
Kemudian kebijakan Privatisasi BUMN Megawati adalah bentuk korupsi penyelewengan kekuasaan oleh kepala Negara/pemerintah yang merugikan rakyat dan bangsa. Karena kebijakan ini, hanya memberi keleluasaan kepada asing untuk menguasai perusahaan-perusahaan BUMN untuk mengeruk keuntungan yang besar dan satu sisi sangat merugikan rakyat Indonesia secara material. Anehnya, seperti kasus BLBI di atas, lembaga negara tidak pula pernah mengusut tuntas keterlibatan tindak pidana yang dilakukan Megawati tersebut.
Sedangkan 10 tahun semasa SBY, tindak korupsi semakin menjadi-jadi saja. Jika ditabulasi kasus semasa 10 tahun SBY sangat-sangat banyak yang melibatkan Partai, kroni dan antek-anteknya.
Kasus Hambalang (Andi Malaranggeng & Anas Urbaninghum), Kasus Wisma Atlet (Angelina M Nazaruddin), Kasus Suap Bupati Buol (Siti Hartati Murdaya),SKK Migas (Rudi Rubiandini, Sutan Bhatoegana & Jero Wacik), Bank Century (Boediono), Proyek P3SON Hambalang (Sylvia Soleha), (Sumber: Buku “jejak Korupsi, Politisi, dan Klas Cikeas-Karya Jusuf Suroso).
Keterlibatan SBY dan anaknya Edhi Baskhoro Yudhoyono pun digadang-gadang teribat dalam sejumlah kasus; mulai dari Bailout Bank Century, SKK Migas hingga kasus Hambalang.Total Kerugia uang negara yang dicuri oleh pemerintah semasa SBY menurut pernyataan resmi BPK 2014 adalah 30,87 Triliun.