Yang harus dicermati dari substansi norma Pasal 9 diatas adalah apakah pada saat MKD memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut persidangannya, Setya Novanto dalam keadaan "telah meninggal dunia" atau "telah mengundurkan diri sebagai Anggota DPR atau ditarik keanggotaannya oleh Partai Politik".
Kedua peristiwa tidak terjadi bahkan dihindari sejauh mungkin terutama oleh Setya Novanto.
Di sini lagi-lagi terjadi manuver yang dilakukan oleh Setya Novanto dan MKD dengan cara yang tidak elok dan mengelabui publik, berupa munculnya surat pernyataan pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan sebagai Ketua DPR yang ditujukan kepada Pimpinan DPR dan tembusannya disampaikan kepada MKD.
Sikap MKD yang serta merta setuju untuk menggugurkan Pengaduan Pengadu Sudirman Said dan memutuskan untuk tidak meneruskan persidangan dengan acara pembacaan putusan penjatuhan sanksi, hal ini jelas merupakan perbuatan yang bukan hanya melanggar Kode Etik Anggota Dewan, tetapi juga merupakan Perbuatan Melanggar Hukum.
Hal itu terjadi karena surat pengunduran diri Setya Novanto bukan untuk mundur sebagai anggota DPR melainkan sebagai Ketua DPR.
Itupun tidak ditujukan kepada MKD melainkan kepada Pimpinan DPR.
MKD harus memverifikasi lebih lanjut dalam persidangan MKD, baik kepada Setya Novanto maupun kepada 4 (empat) orang Pimpinan DPR RI lainnya, apakah surat pengunduran diri dimaksud benar-benar ditulis sendiri, apakah ditulis dalam keadaan bebas/tidak dalam tekanan politik dan apakah mundur sebagai Ketua atau sebagai Anggota DPR.
Begitu juga kepada Sudirman Said sebagai pengadu harus didengar pendapatnya terlebih dahulu dalam persidangan yang terbuka untuk umum tentang bagaimana sikapnya, karena bagaimanapun Sudirman Said sebagai Pengadu ketika mengadu mengatasnamakan kepentingan umum dan kepentingan martabat Dewan, bukan atas nama dan untuk kepentingan pribadi Sudirman Said.
Dari berbagai pelanggaran, manuver dan intrik-intrik sebagaimana digambarkan diatas, maka MKD dan Setya Novanto patut dinilai sebagai telah melakukan Pengkhianatan terhadap rasa keadilan publik dan juga kepada Kode Etik, sebagai norma yang wajib dipatuhi.
Pengkhianatan itu dilakukan pada saat MKD bertindak demi menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPR, sehingga dengan demikian kata-kata yang tepat adalah MKD sudah berubah fungsi menjadi mesin penghancur Kehormatan dan Keluhuran Martabat Dewan.
Akhirnya masyarakat dan Sudirman Said sudah harus berpikir untuk menggugat sikap MKD dan Setya Novanto atas belum tuntasnya MKD menjalankan tugas menyidangkan pelanggaran Etika Setya Novanto, menggugat pengkhianatan terhadap norma yang mengatur tugas-tugas pokok MKD dan lebih daripada itu pengkhianatan terhadap harga diri dan rasa keadilan rakyat yang diwakili yang menuntut DPR bersih, beretika dan bebas dari KKN.
Ditulis oleh Petrus Selestinus, Advokat Peradi dan Koordinator TPDI.