News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Ketidakpercayaan Publik Terhadap Klaim Penerimaan Pajak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro, meninggalkan ruangan, usai memberikan materi dalam seminar nasional dan kongres ke-3 Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEBI) di aula KPW Bank Indonesia, Pontianak, Kalbar, Kamis (19/11/2015). Dikesempatan Seminar yang diikuti 300 peserta yang terdiri dari unsur pimpinan, Dekan Fakultas dari 66 Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Indonesia ini, Menkeu menyinggung masih banyak pengusaha Indonesia yang tidak nasionalis, yakni mereka menggali sumber daya alam Indonesia tapi menjualnya ke luar negeri.TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA

Ditulis oleh: Edward

TRIBUNNERS - Angka penerimaan pajak yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro tahun 2015 lalu lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang besarnya Rp 982 triliun, namun malah pernyataan itu diragukan publik.

Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar, kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/1/2016) mengatakan bila ditilik dari sisi kinerja, apa yang dikatakan Menkeu Bambang Brodjonegoro bahwa kinerja sukses berhasil dilakukan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak (DJP), Ken Dwijugiasteadi.

"Padahal dia belum sampai sebulan bila dilihat dari kalender kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), namun bisa mengumpulkan pajak sampai angka 20,8%," kata Junisab.

Mantan Anggota Komisi III DPR RI itu menjelaskan, sementara Sigit Priadi Pramudito yang mundur karena merasa selama 11 bulan kerja ASN saja hanya mampu memenuhi target penerimaan pajak mencapai 65 persen dari target Rp 1,294,2 triliun.

"Menkeu pun sampai mengaku bangga karena capaian tersebut merupakan rekor penerimaan pajak tertinggi, melebihi realisasi penerimaan pajak tahun-tahun sebelumnya. Dari perspektif Menkeu tentu DJP memiliki prestasi," ucapnya..

Namun demikian, mengapa justru hal itu tidak dipercayai publik? Ini yang patut untuk dicermati oleh Presiden, DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

"Pertanyaan simpel yang akurat sekaligus sangat rasional dilemparkan oleh salah satu komponen masyarakat yang intinya menyatakan, bisakah publik mengakses data pendukung yang otentik atas klaim itu untuk diuji. Pernyataan itu bisa kita temukan di pemberitaan nasional. Justru, pernyataan itu membuat pernyataan Menkeu makin layak dan menarik dicermati," tuturnya.

Lanjut Junisab, kalau sudah demikian pertanyaan dari masyarakat, seharusnya DJP dengan cepat mengapresiasi untuk menjawabnya guna memenuhi harapan atas keingin-tahuan publik.

"Menkeu tidak bisa lagi mendiamkan pernyataannya yang terdahulu yang hanya menyanjung instrumen Kementeriannya itu. DJP harus didorong oleh Menkeu untuk membuka data-data pendukung klaim Menkleu tersebut. Data itu kan bukan rahasia negara. Jadi tidak ada alasan Menkeu untuk tidak merespon keingin tahuan publik," tegasnya.

Sebab publik itu didalamnya ada sebagian diantaranya adalah ASN Kemenkeu sendiri. Mereka tentu paham apa sesungguhnya yang terjadi. Apalagi ASN DJP Kemkeu. Mereka tentu lebih tahu apakah pernyataan Menkeu itu benar sebenar-benarnya atau benar hanya pernyataan untuk menyenangkan pimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jangan dibiarkan masyarakat sebagai subjek pembayar pajak malah mendapatkan pertentangan informasi karena ketidak-siapan Menkeu melakukan keterbukaan," ucapnya.

Bisa juga, Presiden Jokowi memerintahkan Menkeu untuk membuka data-data pendukung kinerja DJP atau malah DPR meminta DJP mempresentasikan kebenaran 'klaim' kinerjanya.

"Jangan pula Presiden Jokowi membiarkan kesimpang-siuran rasa percaya dan tidak percaya di tengah-tengah rakyatnya. Itu sangat tidak baik," katanya.

Dia pun mengingatkan bahwa posisi BPK RI sebaiknya tidak berdiam diri. IAW menyarankan agar mereka mampu memulai langkah-langkah sesuai kewenangannya melakukan analitatif.

"Itu berguna agar ketika persoalan klaim tersebut menggelinding pada masa mendatang, maka mereka sudah siap dari segala lini audit," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini