Ditulis oleh :Benny Sabdo
Direktur Eksekutif Respublica Political Institute (RPI)
TRIBUNNERS - Respublica Political Institute (RPI) mengapresiasi langkah PDI Perjuangan yang akan mengusung agenda perubahan Konstitusi (UUD 1945) dalam Rekernas I pada 10-12 Januari 2016 di Jakarta.
Direktur Eksekutif RPI, Benny Sabdo mengatakan sistem presidensial harus diperkuat. Pada dasarnya sistem presidensial adalah “pemerintahan yang terbelah” (divided government), yang menyebabkan kemacetan (gridlock).
Sistem presidensial Amerika Serikat berhasil karena punya mekanisme untuk memecahkan kemacetan.
“Pertama, dengan veto, kedua, dengan two third rule, yaitu veto presiden dapat dimentahkan oleh kongres bila dua pertiga anggota kongres menolaknya, ketiga, wakil presiden dijadikan ketua senat. Wakil presiden tidak punya suara di senat, kecuali bila terjadi kebuntuan. Wakil presiden punya suara menentukan yang memecahkan kebuntuan,” jelasnya.
Negara dunia ketiga yang mengadopsi sistem presidensial, termasuk Indonesia, Brasil, Meksiko, dan Peru mekanisme untuk mengatasi “gridlock” tidak jelas.
Akibatnya sistem pemerintahan di negara dunia ketiga tersebut tetap bermasalah.
Meski konstitusinya berulangkali diubah, misalnya Brazil dan Meksiko sebanyak tujuh kali, Peru sebanyak 15 kali, tetapi tetap gonjang-ganjing.
Untuk mempertahankan pemerintahannya, para presiden Amerika Latin selalu bersekongkol dengan anggota parlemen.
“Akibatnya terjadi korupsi politik yang menguntungkan golongan pemodal, terjadi tirani minoritas terhadap mayoritas, yaitu tirani golongan elite terhadap rakyat kecil,” kritiknya.
Menurut Benny, MPR harus diberi kewenangan menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ia menjelaskan dalam rancangan UUD 1945 yang pertama, ada tiga pasal tentang MPR, yaitu, Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi, “kedaulatan berada ditangan rakyat, yang dilakukan sepenuhnya oleh Badan Permusyawaratan Rakyat.”
Pasal 18 ayat (1), “badan Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota-anggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.”
Pasal 19, “Badan Permusyawaratan menetapkan UUD dan GBHN.”