Oleh: Tommy Rusihan Arief
Awal tahun 1950-1980, boleh dikatakan sebagai masa paling suram dlm sejarah kepolisian Amerika Serikat.
Isu rasisme, polisi korup, tindakan sewenang2, sampai kisah horor pembunuhan oknum "polisi putih" kepada penjahat "kulit hitam".
Tapi tidak ada masa suram yg tdk bisa dilewati oleh setiap bangsa beradab di dunia. Adalah Presiden AS Dwight Eisenhower (Jenderal Bintang 5, pahlawan perang AS di PD 11) yg secara serius meletakkan dasar pemulian masa suram, termasuk kepolisian AS.
Mulailah diberlakukan kurikulum polisi sipil, pemahaman utuh mengenai ideologi sipil, metodologi penanganan masalah hukum sipil dan kamtibmas, sosial, ekonomi, dsb.
Mulai pula diberlakukan penggunaan buku saku bagi setiap petugas polisi di lapangan sebagai panduan, termasuk utk pengendalian massa.
Termasuk untuk satuan2 khusus. Bersamaan perkembangan teknologi sejak 1990an setiap mobil patroli polisi wajib memasang CCTV di depan.
Gunanya adalah utk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi terkait setiap tindakan polisi di lapangan.
Model buku saku dan penggunan CCTV kemudian menjadi acuan PBB dan digunakan di hampir seluruh negara anggota PBB termasuk di Asia dan Afrika.
Ketika terjadi kerusuhan besar berbauh rasial di Los Angeles tahun 1992 akibat salah tembak polisi. Presiden George Bush bersepakat dgn Kongres AS utk lebih memberdayakan kembali makna prinsip polisi sipil.
Termasuk pola rekrutmen yg lebih adil, merata dan transparan. Setahun kemudian gagasan ini dilanjutkan oleh penggantinya, Bill Clinton.
Kebijakan ini dianggap berhasil, karna polisi di lapangan jauh berwajah sipil, lebih berkualitas, cerdas, santun tapi tegas, bermartabat, memahami karakteristik masyarakat, sehingga mendapat apresiasi.
Sejak 1992 praktis tdk pernah terjadi lagi kerusuhan sosial skala besar akibat salah tindak polisi. Kebijakan skala nasional memang sangat diperlukan untuk mengubah keadaan.
Seperti yg terjadi di negara lain, perubahan secara internal sangat diperlukan. POLRI sudah melakukan byk perubahan secara internal.