TRIBUNNERS - Orang Kanekes atau orang Badui adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Sebutan Badui merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut.
Berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badui yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain karena adanya Sungai Badui dan Gunung Badui yang ada dibagian utara dari wilayah tersebut.
Badui adalah salah satu suku yang masih menjaga erat nilai dan norma serta tradisi atau adat istiadat masyarakatnya.
Suku Badui termasuk salah satu suku yang terisolir yang ada di Indonesia.
Suku Badui sengaja mengasingkan diri mereka hidup mandiri dengan tidak mengharapkan bantuan dari orang luar, mereka mengasingkan diri dan menutup diri dengan tujuan menghindari pengaruh budaya luar yang akan masuk untuk mempengaruhi kesalian budaya mereka.
Menurut kepercayaan yang mereka anut, Suku Badui mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuan dewa atau batara yang diutus ke bumi.
Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Adam dan keturunannya termasuk Suku Badui yang mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Suku Badui menggunakan Bahasa Sunda dialek Banten.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, Walaupun tidak mendapatkannya dari sekolah.
Ada hal yang menarik dari masyarakat Badui yang tinggal di Provinsi Banten yaitu pandangan terhadap alam semesta.
Masyarakat Badui khususnya Badui Dalam sangat menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam.
Selain itu Suku Badui juga sangat menjaga air agar selalu jernih dan bersih sehingga bisa dipakai untuk kehidupan sehari-hari, mandi atau bersih-bersih.
Tidak boleh ada bahan kimia yang dipakai oleh Suku Badui termasuk pengunjung.
Hal itu termasuk menjaga air agar tetap bersih dan jernih. Aliran sungai yang melintasi perkampungan tanah adat Suku Badui amat jernih tidak ada sampah.
Rumah Suku Badui tidak seperti rumah pada umumnya, Suku Badui tidak menggali tanah untuk fondasi.
Batu hanya diletakkan di atas tanah. Jika kontur tanah tidak rata, maka bukan tanah yang menyesuaikan sehingga diratakan melainkan batu dan tiang kayu yang menyesuaikan.
Bahan bangunan rumah Suku Badui merupakan bahan yang bisa dan mudah diurai oleh tanah.
Bahan tersebut diantaranya dinding bilik bambu, atap dari ijuk dan daun pohon kelapa dan rangka rumah dari kayu alam yaitu kayu jati dan kayu pohon kelapa dan kayu albasia.
Dalam hal interaksi Suku Badui Luar menerima masyarakat luar untuk berinteraksi, begitupula pada Suku Badui Dalam namun demikian Suku Badui menolak segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi budaya dan interaksi dan masyarakat di luar Suku Badui Dalam.
Keunikan yang ada pada setiap daerah dapat juga menggambarkan hubungan manusia dengan alam atau manusia dengan budaya.
Mereka tidak menggali tanah, ketika membangun rumah apabila tidak rata maka batu dan tiang kayu yang menyesuaikan dengan tanah. Mereka memanfaatkan bahan yang mudah diurai oleh tanah.
Untuk memperoleh kayu bakar mereka tidak menebang pohon tetapi memanfaatkan pohon yang sudah mati.
Mereka menyimpan cadangan makanan leuit sebagai bentuk ketahanan pangan.