Ditulis oleh : Asy-syafiiyah Kedungwungu
TRIBUNNERS - Desakan dan penolakan terhadap kedatangan jenazah Ahmad Muhazan atau Azan (26 tahun), terduga pelaku teror bom Sarinah semakin menguat.
Terlebih di lingkungan sekitar kediaman Azan di Blok Desa, Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
Di mata sejumlah ulama setempat, jelas- jelas teroris menghalalkan perkara haram, dan mengharamkan perkara halal.
Seperti meyakini bunuh diri dan membunuh orang lain adalah halal, dan halal mengganggu ketenangan orang banyak, anehnya dengan dalih jihad untuk proses masuk surga.
Serta berupaya menghapus Pancasila, dan merongrong NKRI.
Dan dalam tinjauan fikih itu masuk kriteria bughot(pembangkang negara)
Salah satunya seperti dijelaskan KH Nasrulloh Afandi, tokoh ulama setempat.
Ia menegaskan ulama dan masyarakat Kedungwungu menolak keras kedatangan dan pemakaman jenazah terduga teroris di desa mereka.
Terkait munculnya berita di sejumlah media yang menyebutkan bahwa warda desa telah bermusyawarah dan menerima jenazah terduga pelaku teror bom, hal itu menurutnya merupakan rekayasa.
Karena dipastikan warga Blok Desa Kedungwungu tidak menyepakati hasil musyawarah tersebut. Melainkan warga lain, yang semestinya tidak turut serta dalam musyawarah tersebut.
"Ada skenario dari pihak tertentu, modusnya membagikan undangan bertanda tangan kepala desa, acara Bahtsul Masail (membahas hukum teroris dalam tinjauan hukum Islam-red) akan tetapi, setelah para undangan datang, aparat desa memaksa untuk menerima jenazah teroris. Atas perlakuan itu, para ulama dan tokoh masyarakat kecewa, dan membubarkan diri. Dan sama sekali tidak benar, berita di media yang menyatakan bahwa sejumlah ulama di usir oleh warga,” ujar Gus Nasrul yang juga Mustasyar PCI(Pengurus Cabang Istimewa) NU Maroko itu.
“Ulama dan masyarakat Desa Kedungwungu tetap menolak. Munculnya petisi itu, sesungguhnya hal itu bukan murni kesepakatan musyawarah warga Kedungwungu. Itu hanya klaim sepihak dari aparat desa dan keluarga teroris,” kata kandidat Doktor Maqashid Syariah Universitas Al-Qurawiyin Maroko tersebut.
Tokoh ulama lainnya, KH Mahrus Ahsan , mempertegas alasan penolakan masyarakat Kedungwungu.
Menurutnya, persoalan ini tidak akan selesai sampai di sini.
Sebab citra desa dan nama baik warga Kedungwungu bahkan nama bangsa Indonesia di mata dunia internasional akan turut terkena dampaknya.
Bahkan akan menimbulkan dampak berkepanjangan secara sosial kemasyarakatan.
Ia pun sependapat bila pemakaman terduga teroris tidak dilakukan di pemakaman muslim.
Sebab orang yang telah melakukan teror bom di kawasan Sarinah, sama artinya dengan menghalalkan darah sesama muslim.
Untuk itu, maka ke-Islaman para pelaku teroris sudah diragukan.
“Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, terlebih terhadap sesama. Lalu bagaimana bisa kita menerima mereka yang telah menghalalkan darah sesama muslim,” tuturnya.
Disisi lain, Kiyai Mahrus Pun menyayangkan sikap aparat desa setempat yang mengundang para preman dalam forum tersebut.