News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Marak Kampanye LGBT di Kampus, Kritisi Faham Kebebasan dan HAM

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

NEGARA MELINDUNGI - Komunitas Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender Waria (LGBT) demo di Bundaran HI, Minggu (17/5/2015). LGBT menuntut kepada pemerintah untuk menerima keadaan mereka serta melindungi hak dan martabat mereka sebagai manusia. Warta Kota/henry lopulalan

MENANGGAPI berbagai respon terhadap keberadaan Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) yang diduga kuat merupakan kampanye LGBT di kampus Universitas Indonesia (UI) dan kampus-kampus besar lain, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

1. Hendaklah seluruh komponen masyarakat mewaspadai ekspor sistematis penyakit kaum Luth ke negeri-negeri muslim.

Setelah pengesahan perkawinan sejenis di AS tahun lalu nampaknya upaya kampanye LGBT semakin menunjukkan keberanian.

Ada dukungan dana dan opini dari lembaga-lembaga dunia dan media-media Barat yang liberal untuk menyebarkan kerusakan ini di negeri-negeri muslim.

AS bahkan secara serius mendanai program baru bernama “Being LGBT in Asia” yang diluncurkan oleh UNDP dengan pendanaan 8 juta dolar As dari USAID dan dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang.

Program ini fokus beroperasi di Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya di Tiongkok, Indonesia, Filipina dan Thailand, dengan tujuan meminimalisir kendala bagi kaum LGBT untuk hidup di tengah masyarakat.

Program berbahaya ini sangat aktif dalam memberdayakan jaringan LGBT di lapangan untuk mengokohkan eksistensi mereka secara struktural dan kultural di negeri-negeri sasaran.

Tujuan tidak lain adalah merusak identitas generasi muslim, menghancurkan jati dirinya dan bahkan bisa menjadi politik depopulasi.

Beredarnya foto perkawinan sesama jenis di Bali, juga berbagai sosialisasi terbuka kaum LGBT ke berbagai kampus yang dikemas dalam forum-forum diskusi ‘intelektual’ dan sejenisnya sebagaimana dilakukan SGRC, mengisyaratkan semakin besarnya ruang gerak kerusakan mereka karena dukungan kondisi sosial dan politik Indonesia.

Masyarakat yang semakin permisif terhadap penyimpangan perilaku dan mengadopsi faham kebebasan-HAM karena memberlakukan sistem demokrasi adalah penyebab makin tumbuh berkembangnya perilaku LGBT dan makin besarnya ancaman kerusakan yang ditimbulkannya bagi masyarakat.

2. Tidak cukup hanya dengan penolakan (resistensi) dari masyarakat dan pelakunya tidak bisa dihentikan dengan dialog ilmiah.

Meski Munas MUI 2015 telah tegas melarang keberadaan mereka, namun arus global dan dukungan system yang ada tetap mengembangkan kerusakan mereka.

Mengerikan sekali, UNDP 2015 ‘Being LGBT in Asia’ melaporkan terdapat 119 organisasi pendukung LGBT yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia.

Maka penolakan terhadap LGBT semestinya diikuti dengan pemberantasan penyakit LGBT hingga ke akarnya, yakni meninggalkan sistem demokrasi, menghapus faham kebebasan-HAM dan menggiatkan budaya amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat.

Tanpa itu undang-undang yang saat ini masih melarang perkawinan sesama jenis akan segera berganti dengan legalisasi perkawinan sejenis karena besarnya arus global yang mendukung usaha kaum LGBT. Naudzu billahi.

3. Sistem Islam dan negara khilafah memiliki serangkaian aturan untuk memberantas tuntas penyimpangan perilaku LGBT.

Islam menetapkan 5 cara untuk menghentikan penyebaran perilaku LGBT yakni:
(a) Islam mewajibkan negara berperan besar dalam memupuk ketakwaan individu rakyat agar memiliki benteng dari penyimpangan perilaku semisal LGBT yang terkategori dosa besar.

(b) Melalui pola asuh di keluarga maupun kurikulum pendidikan, Islam memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dilarang berperilaku menyerupai perempuan, juga sebaliknya.

(c) Islam mencegah tumbuh dan berkembangnya benih perilaku menyimpang dengan memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan serta memberikan aturan pergaulan sesama dan antar jenis.

(d) Secara sistemis, Islam memerintahkan negara menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi.

Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan.

(e) Islam juga menetapkan hukuman yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan LGBT dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan pidana mati bagi pelaku sodomi (LGBT) baik subyek maupun obyeknya.

Rasulullah Saw bersabda :

"Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya". (HR Tirmidzi : 1456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727).

Karenanya, siapapun yang menghendaki masyarakat yang bersih, dipenuhi kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketenteraman akan menuntut penerapan syariat di negeri ini hingga terwujud kehidupan manusia dalam peradaban yang gemilang di bawah naungan Khilafah.

Penulis: Iffah Ainur Rochmah, Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini