Ditulis oleh : Biro Humas Kemnaker
TRIBUNNERS - Kementerian Ketenagakerjaan RI melakukan uji coba online system terkait dengan pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja untuk mensukseskan program perbaikan tata kelola penempatan tenaga kerja Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Program ini merupakan embrio layanan satu atap yang saling terintegrasi antar satuan kerja perangkat daerah di provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Tadi saya dan Gubernur NTT sepakat menyiapkan fasilitas layanan satu atap bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berasal dari NTT sehingga aspek perlindungannya lebih terjamin," ujar Menaker Hanif Dhakiri, Kamis (28/1/2016).
Sebelumnya Menaker Hanif dan Gubernur NTT Frans Lebu Raya menandatangani komitmen bersama Peningkatan Kompetensi, Perbaikan Tata Kelola Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Bagi Tenaga Kerja Asal Nusa Tenggara Timur.
Hanif mengatakan layanan satu atap. TKI ini dibutuhkan karena NTT merupakan salah satu kantong TKI yang memiliki banyak TKI dalam jumlah besar dan tersebar di berbagai negara.
"Pemerintah ingin memperbanyak LSA bagi TKI untuk mempermudah perizinan dan meminimalkan praktik per-caloan yang terjadi selama perekrutan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI)," kata Hanif.
Dengan adanya LSA, kata Hanif, pemerintah optimis dapat meningkatkan tata kelola penempatan dan perlindungan TKI di seluruh Indonesia.
"Layanan satu atap (LSA) yang terpusat dapat menjadi sumber informasi utama bagi calon TKI dan menghindarkan TKI dari trafficking maupun penempatan TKI secara ilegal dan unprosedural," ujar Hanif.
LSA terdiri atas satuan kerja perangkat daerah yang berkaitan dengan proses pengurusan persyaratan pemberangkatan TKL Perangkat ini antara lain dinas imigrasi, bank daerah, serta dinas kependudukan dan pencatatan sipil
Namun dalam pelaksanaannya, kata Hanif diperlukan peran aktif pemerintah daerah untuk menyukseskan program LSA.
Hanif mengatakan mencontohkan, peran aktif itu dalam penyediaan data calon TKI secara online penyediaan lahan, gedung, dan sumber daya manusia. Dari sisi dana, pemerintah pusat menyediakan dana dekonstruksi yang diambil dari APBN untuk anggaran Kementerian Tenaga Kerja.
"Konsep LSA sejalan dengan kebijakan debirokratisasi layanan publik sehingga rantai prosedur pengurusan apa saja yang perlu diefisienkan. Selama ini masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri harus melewati proses birokrasi yang panjang dan biaya mahal," tutur Hanif.
Hanif menambahkan langkah penyiapan LSA di kantong-kantong TKI itu ditempuh sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk “menghadirkan negara” dalam rangka memberi perlindungan kepada buruh migran Indonesia (TKI).
Panjangnya proses birokrasi mendorong calon buruh migran Indonesia mengambil jalan pintas. Akhirnya, mereka berangkat ke luar negeri dengan cara yang tidak prosedural. Bahkan banyak dokumen mereka dipalsukan. Akibatnya, buruh migran menjadi rentan.
Hanif optimistis pemerintahan Jokowi-JK dapat memaksimalkan perlindungan terhadap buruh migran Indonesia.
Apalagi dalam nawa cita dapat ditekankan upaya memperbaiki tata kelola buruh migran dengan membenahi persoalan dari hulu-hilir sebagai bagian dari pemenuhan dan perlindungan HAM.