News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tujuh Korban Bom Thamrin Terima Layanan LPSK

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aldi Tardiansyah masih trauma hampir sepekan setelah bom meledak di tempatnya bekerja sebagai petugas keamanan, kedai kopi Starbucks di Jalan MH Thamrin. Foto diambil di rumah kakeknya pada Selasa (19/1/2016).

Ditulis oleh : LPSK

TRIBUNNERS - Simpang siur pihak mana yang menanggung biaya pengobatan para korban bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, 14 Januari 2016 lalu, mulai terjawab.

Dari puluhan orang yang menjadi korban aksi kekerasan bersenjata itu, sebanyak tujuh orang di antaranya sudah disetujui untuk mendapatkan layanan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Layanan yang diberikan mulai dari bantuan medis dan rehabilitasi psikologis.

Wakil Ketua LPSK, Lies Sulistiani mengungkapkan, dari puluhan korban bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, hanya sembilan orang yang mengajukan permohonan bantuan ke LPSK.

Namun, dari sembilan orang, dua di antaranya mengundurkan diri. Dengan demikian, tersisa tujuh pemohon.

“Rapat Paripurna Pimpinan LPSK memutuskan menerima permohonan yang diajukan tujuh korban bom Thamrin,” ungkap Lies di Jakarta, Selasa (10/2/2016).

Menurut Lies, layanan yang diberikan berupa bantuan medis dan rehabilitasi psikologis.

Sebab, setelah mendapatkan pengobatan pascaksi kekerasan terjadi, banyak rumah sakit yang kebingungan, pihak mana yang menanggung biaya pengobatan korban.

Dari tujuh pemohon, semuanya diputuskan mendapatkan bantuan medis. Sedangkan satu orang di antaranya juga mendapatkan bantuan rehabilitasi psikologis.

Masih kata Lies, hak saksi dan korban tindak pidana, termasuk aksi terorisme yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tidak semata-mata terkait bantuan medis dan rehabilitasi psikologis saja, melainkan ada pula bantuan rehabilitasi psikososial yang aspeknya lebih luas lagi.

Untuk itu, Lies mengatakan, sejatinya pemerintah daerah dapat mengambil peran dalam pemenuhan aspek bantuan rehabilitasi psikososial terhadap para korban.

Dengan demikian, perhatian negara, dalam hal ini pemerintah terhadap saksi dan/atau korban kejahatan, seperti aksi terorisme menjadi lebih maksimal.

“Pemda juga dapat berperan dalam pemenuhan rehabilitasi psikososial bagi korban,” ujar dia.

Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan, para korban yang mengajukan permohonan layanan ke LPSK, sebelumnya sudah mendapatkan pengobatan di sejumlah rumah sakit di Jakarta, seperti Rumah Sakit MMC dan Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto.

"Dengan keluarnya keputusan dari RPP, akan semakin memperkuat legalitas layanan bantuan yang diberikan LPSK bagi para korban bom di Jalan MH Thamrin,” ujar Lili.

Lili mengatakan, jumlah korban bom dan aksi kekerasan bersenjata di Jalan MH Thamrin pada awal Januari lalu mencapai puluhan orang.

Namun, tidak semua saksi dan korban mengajukan permohonan bantuan ke LPSK.

Dengan demikian, LPSK hanya memproses permohonan yang masuk saja sesuai dengan kewenangan yang diamanatkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagaimana telah disempurnakan melalui UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini