Ditulis oleh : RPI
TRIBUNNERS - Respublica Political Institut (RPI) menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Departemen Hukum RPI, Fathudin menilai naskah perubahan UU KPK dari Badan Legislasi DPR masih meneguhkan adanya upaya pelemahan KPK.
Menurutnya, pasalnya substansi perubahan UU KPK masih berkisar pada empat poin yang justru akan membonsai kewenangan KPK, yakni pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan dengan izin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk dapat menerbitkan SP3, serta pengangkatan penyidik independen.
Alumnus Magister Hukum dari Universitas Indonesia ini menyebutkan tiga dari empat poin tersebut jelas akan membonsai kewenangan KPK sebagai lembaga extra-ordinary dalam konteks pemberantasan korupsi.
Demikian pula, demikian Fathudin, skema pengangkatan penyidik independen, Pasal 45 UU KPK sebenarnya sudah cukup untuk menjadi dasar KPK untuk dapat mengangkat penyidik independen sehingga revisi UU KPK tidaklah perlu dan mendesak.
Menurut Fathudin, undang-undang KPK memang bukan untouchable norm, namun UU KPK juga bukan sekedar black letter yang bebas dari sarat kepentingan, justru sebaliknya, UU KPK justru kerap dibidik dan dijadikan objek kepentingan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendifinisikan kekuasaan dan melanggengkan eksistensinya.
Fathudin juga menandaskan, jangan sampai penolakan partai politik terhadap revisi undang-undang KPK juga hanya sebatas pencitraan, sebaliknya harus mencerminkan sikap dan komitmen bagi penguatan KPK.
Ia melihat konstelasi politik di parlemen, dari 10 fraksi sekarang hanya dua fraksi yang secara tegas menolak, yakni fraksi partai Gerindra dan Demokrat, maka bandul politik penolakan perubahan UU KPK sekarang ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Presiden Jokowi harus komit dengan janjinya dalam mendukung upaya penguatan KPK,” kata Fathudin yang juga alumnus Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut Fathudin, Presiden Jokowi semestinya mengimbau dan mengajak partai-partai pendukung pemerintah untuk menolak perubahan UU KPK.
“Jika memang hal tersebut tidak berhasil dan pembahasan antara DPR dan pemerintah terus berlanjut, maka Presiden harus memastikan wakil dari pemerintah, dalam hal ini menteri yang ditunjuk Presiden mewakilinya untuk tidak memberikan persetujuan bersama, sebagaimana Pasal 20 ayat (3) UUD 1945,” katanya.
Sementara Direktur Eksekutif RPI, Benny Sabdo menegaskan RPI secara kelembagaan menolak perubahan UU KPK jika substansi perubahannya masih ditengarai memperlemah KPK.
“Gerakan perlawanan terhadap koruptor dan perilaku koruptif di republik ini akan terus menjadi konsen RPI sebagai bagian dari tanggung jawab sosial-politik,” tuturnya.