Ditulis oleh : Fraksi Nasdem
TRIBUNNERS - Potensi bangkrutnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akibat defisit pendanaan semakin nyata.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahkan menengarai pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di 2016 akan mengalami defisit rasio klaim sebesar Rp 6,8 triliun lebih. Angka ini lebih besar dari alokasi APBN bidang Kesehatan yang disediakan pemerintah.
Tanpa ada terobosan serius, defisit yang demikian besar dapat mengancam keberlangsungan program JKN. Bahkan bisa berdampak lebih sistemik karena ada rumah sakit, perusahaan farmasi, dan tentunya pasien yang pasti akan terkena dampak dari defisit anggaran JKN.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem Amelia Anggraini menilai cara pemerintah menanggulangi defisit anggaran JKN belum cukup kreatif melibatkan stakeholder.
Dia menilai bahwa problem JKN ini semestinya bukan hanya dijejali kepada Kementerian Kesehatan sebagai penanggung jawab utama. Harus ada keterlibatan kementerian dan lembaga lain yang juga harus dilibatkan dalam program JKN yang dibutuhkan langsung masyarakat.
"Selain bisa di ambil melalui bea cukai rokok, anggaran untuk menutupi defisit juga dapat diambil dari bea makanan dan minuman kemasan lainnya yang banyak mengandung bahan pengawet. Itu juga salah satu penyebab risiko penyakit,” katanya.
Amel juga menekankan perlunya meningkatkan kepatuhan para peserta BPJS Kesehatan utuk membayar iuran.
Termasuk di dalamnya Kementerian Ketenagakerjaan, menurutnya perlu juga membentuk aturan yang dapat memberi sanksi tegas kepada perusahaan yang belum mendaftakan pekerjanya sebagai peserta BPJS.
"Selain itu kepatuhan iuran peserta harus dapat ditingkatkan. Kepesertaan dari kategori PPU (Peserta Penerima Upah) juga harus ditingkatkan," ujarnya saat di hubungi, Senin (18/4/2016).
Di samping soal pembiayaan, yang harus dicari adalah sumber-sumber pendanaan secara kreatif.
Amel juga menegaskan perlunya Kementerian Kesehatan untuk terus menggalakkan program-program promotif dan preventif.
Karena menurutnya, salah satu penyebab pembiayaan JKN terkuras besar adalah karena biaya pasien penyakit katastropik yang banyak terjadi di Indonesia.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, hal itu cenderung menjadi tren dalam pembiayaan pengobatan di hampir semua fasilitas layanan kesehatan rujukan.
"Pemerintah harus meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam pencegahan penyakit menular. Intensifkan program komunikasi, informasi, edukasi (KIE) terkait pencegahan penyakit tidak menular," pungkasnya.