News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Bencana dan Berkah Proyek Reklamasi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nelayan membawa spanduk melakukan aksi menyegel Pulau G, Muara Angke, Jakarta, Minggu (17/4/2016). Aksi tersebut dilakukan Nelayan Muara Angke dan warga mendesak pengembang untuk segera menghentikan proyek reklamasi teluk Jakarta karena menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan nelayan, lingkungan hidup serta proyek tersebut sarat indikasi korupsi dan pelanggaran hak konstitusional warga pesisir Jakarta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Ditulis oleh : Novriyadi, Head of Content Lamudi

TRIBUNNERS - Kendati saat ini tengah mengalami proses penghentian sementara, suara pro dan kontra tentang rencana untuk mengembangkan proyek reklamasi di Teluk Jakarta masih hangat diperbincangkan.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta berencana akan membangun 17 pulau buatan di Jakarta, dan saat ini delapan pulau telah menerima izin dan proses kontruksi juga sempat dilaksanakan.

Bagi para pengembang, proyek reklamasi ini tentu merupakan berkah tersendiri, karena seperti kita ketahui permintaan hunian di Jakarta khususnya untuk pasar menengah ke atas tumbuh subur di kota ini, sementara keterbatasan lahan menjadi masalah bagi mereka untuk membangun proyek perumahan baru.

Berdasarkan informasi dari The Wall Street Journal, properti di Jakarta digambarkan sebagai properti mewah terpanas dunia.

Namun, untuk membangun proyek reklamasi di teluk Jakarta ini, tentu tidak semudah yang dibayangkan, portal global Lamudi mencatat ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah.

Masalah lingkungan

Banyak pengamat mengatakan, proyek reklamasi di Teluk Jakarta akan berbahaya bagi lingkungan.

Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan merembesnya sedimen beracun ke teluk selama proses kontruksi berlangsung.

Pengembangan reklamasi lahan ini juga mempengaruhi penghasilan nelayan lokal, berdasarkan laporan rata-rata pemasukan nelayan di Jakarta telah menurun dari Rp 300.000 menjadi Rp 30.000 per hari.

Masalah lingkungan ini ternyata juga dialami oleh Singapura ketika menjalankan reklamasi lahan. Sejak tahun 1986, 65 persen terumbu karang di negara itu rusak, demikian juga dengan keberadaan hutan bakau yang mengalami penyusutan.

Proyek Reklamasi Bukan Sesuatu yang Baru di Asia

Di kawasan Asia ini, Jakarta ternyata bukan negara yang pertama mengembangkan proyek reklamasi, bahkan di Cina, proyek ini telah mulai dilakukan sejak Dinasti Qing (1644-1911).

Saat itu banyak sungai-sungai di sana dibuat lahan baru untuk kepentingan lahan pertanian dan perikanan.

Sementara di Hongkong, reklamasi lahan sudah mulai dilakukan sejak tahun 1860, banyak kota di Cina saat ini sedang menciptakan lahan baru untuk mendukung urbanisasi.

Di Singapura, dengan keterbatasan lahan yang ada, maka pengoptimalisasian lahan selalu menjadi hal yang penting.

Proyek reklamasi dalam beberapa dekade terakhir memungkinkan Singapura menambah area negaranya dari 580 menjadi 680 meter persegi.

Tahun 2030 yang akan datang, direncanakan lahan seluas 50 kilometer akan ditambahkan, sehingga negara ini bisa menjadi lebih luas, yaitu seperempat dari luas total ukuran aslinya.

Di negara lain, seperti Belgia, Belanda, Dubai dan beberapa negara teluk telah memulai proyek reklamasi yang lebih luas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini