TRIBUNNERS - Kebijakan menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti untuk melarang nelayan menggunakan pukat harimau membawa masalah baru bagi nelayan misalnya para nelayan di Probolinggo, Jawa Timur.
Baru-baru ini nelayan dibuat resah dengan adanya peraturan pemerintah yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 2 tahun 2015 yang melarang beroperasinya alat penangkapan ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seine nets) maupun pukat hela dua (grandong) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Adanya kebijakan tersebut karena penggunaan pukat harimau dapat merusak kelestarian ikan dan merusak terumbu karang di laut.
Namun, kebijakan tersebut dirasa tidak memikirkan nasib nelayan dikarenakan Menteri Susi tidak memberikan solusi yang bijak bagi nelayan.
Setelah adanya pelarangan penggunaaan pukat harimau ini kini banyak nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan ikan dan mengakibatkan berkurangnya jumlah pendapatan mereka sedangkan menangkap ikan adalah satu-satunya sumber mata pencaharian mereka.
Dan ternyata tidak hanya nelayan saja yang merasakan dampak dari kebijakan Menteri Susi ini, namun juga berdampak bagi para pedagang ikan yang notabennya sangat bergantung pada hasil tangkapan nelayan.
Para pedagang ini juga memiliki harapan yang sama seperti para nelayan karena kini jumlah tangkapan ikan yang dijual kepada pedagang ikan menurun dan alhasil pendapatan pedagang ikan juga ikut menurun.
“Sekarang para nelayan bingung mau menangkap ikan dengan media apa karena juga mereka tidak tahu media apa yang boleh digunakan mengingat pukat harimau kini sudah dilarang penggunaannya. Harapan kami Menteri Susi dapat memberikan solusi agar meskipun adanya kebijakan ini namun tidak sampai merugikan nelayan secara signifikan,” ujar Rohman pedagang ikan yang biasanya beroperasi di pelabuhan probolinggo.
Meskipun peraturan pelarangan pukat harimau tersebut sudah tercantum dalam UUD, namun sampai sekarang para nelayan masih berharap agar menteri Susi berpikir ulang agar kebijakan tersebut tidak seratus persen merugikan nelayan.
Mereka berkeinginan agar Menteri Susi dapat memberikan solusi yang terbaik bagi nelayan agar kebijakan tersebut tidak membawa dampak negatif yang signifikan bagi sumber mata pencaharian mereka.
Sebenarnya penggunaan pukat harimau yang dilakukan oleh para nelayan tidaklah besar dibandingkan yang dilakukan oleh kapal-kapal luar negeri yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
Hal tersebutlah yang membuat para nelayan merasa kecewa karena yang hanya menjadi fokus dalam pelarangan ini adalah nelayan bukannya kapal-kapal besar yang juga menggunakan pukat harimau bahkan penggunaannya dapat merusak ekosistem laut dalam skala besar.