Ditulis oleh : Edward
TRIBUNNERS - Investigasi yang dilakukan oleh Masyarakat Peduli Listrik (MPL) sejak 2 April 2016-28 Mei 2016, di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan dan Kepulauan Riau terkait tahunan pemadaman secara bergilir dipulau itu menunjukkan bahwa ternyata ada beberapa faktor penyebab dan pengawet kejadian itu sampai terjadi.
Pertama, karena kurang jumlah pembangkit listrik baik tenaga uap, air dan diesel sebagai sumber energi listrik bagi masyarakat di wilayah tersebut.
Kedua, pembangkit yang telah selesai dibangun tidak dapat menjadi sumber pasokan karena energi yang dihasilkannya tidak bisa didistribusikan ke gardu-gardu induk (GI) milik PT. PLN (Persero).
Ketiga, jikapun GI sudah tersaluri dari pembangkit, ternyata listrik masih juga tidak bisa tersalur ke konsumen PT PLN (Persero) baik yang rumah tangga, perkantoran, sarana perekonomian maupun industri karena masih kerap timbul persoalan pertanahan dalam kaitan pengadaan tanah untuk alokasi tapak tower sampai pada lahan Right of Way (RoW) atau jalur bebas dibawah saluran transmisi.
Keempat, persoalan hukum yang timbul dari kontrak-kontrak PT PLN (Persero) dengan pihak lain juga mempegaruhi terjadinya pemadaman diwilayah ini.
Walau jumlahnya tidak signifikan namun tetap saja memberikan efek negatif. Persoalan seperti ini yang mencuat kepublik ditemukan di pulau Nias. Kelima, ketidaksiapan PT PLN (Persero) dan rekanannya merealisir rencana pembangunan yang sudah dirancang terkait pendisribusian energi dalam kurun 10 tahun terakhir.
Ketidak-siapan ini menunjukkan angka merah. Nyaris seluruh perencanaan PT PLN (Persero) sampai akhir masa jabatan Dirutnya Dahlan Iskan tidak berjalan.
Keenam, struktur PT PLN (Persero) yang teramat berjenjang menjadikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak berbeda dengan struktur dalam suatu kementerian.
Hal ini menambah parah persoalan diatas. Saat PT PLN (Persero) menghadapi banyak persoalan pembangunan diberbagai wilayah di Indonesia khususunya Sumatera disaat itu juga struktur tersebut malah ikutan menambah rumit persoalan itu sendiri.
"Idealnya sesuatu struktur menjadi mesin pencari solusi yang dihadapi organisasinya, bukan malah sebaliknya. Namun hal itu tidak terjadi dalam tubuh BUMN yang bersifat melayani publik sekaligus mencari keuntungan tersebut," terang Tomy Radja, Direktur Eksekutif Masyarakat Peduli Listrik (MPL) di Jakarta, Senin (30/5/2016).
Namun, nilai lebih PT PLN (Persero) mulai terlihat perlahan pascaDahlan Iskan.
Walau Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir belum melakukan reorganisasi untuk merampingkan strukturnya namun pengalaman dia dalam bidang perbankan terlihat menambah nilai positif performa BUMN itu sehingga mudah mendapatkan dana segar saat menanggulangi kendala pembangunan diatas.
Terlihat sejak awal 2016 perencanaan pembangunan yang mangkrak khususnya di wilayah sumatera digenjot Basir dengan baik.
Walau masih terlihat masalah pertanahan menjadi persoalan yang jamak seperti sebelumnya, namun penanganannya cenderung terlihat lebih moderat.
Mantan bankir itu kami amati mengandalkan pendekatan terstruktur untuk mendukung program PT PLN (Persero).
Itu bisa terlihat dari kemampuan mereka mempengaruhi lahirnya keputusan berupa peratuan Presiden (Perpres) nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Lahirnya keputusan ini dikalangan masyarakat kelistrikan menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini presiden dan PT. PLN (Persero) memiliki visi dan misi yang sama dalam penanggulangan dan upaya pengantisipasian pemadaman-pemadaman listrik di Indonesia.
Implementasi dari kejelian jajaran direksi BUMN itu dilapangan terlihat diformulasi anak buah Basir dilapangan Sumatera.