PENULIS: M. Issamsudin/ Dosen di STIKOM Semarang
TRIBUNNERS - Saat memasuki hari-hari pertengahan bulan suci Ramadan, situasi di Bandara Ahmad Yani Semarang selalu terasa sangat ramai.
Banyak penjemput dengan penuh keceriaan, setia menunggu yang dijemput di luar pintu keluar, tidak seperti hari-hari biasanya.
Lalu, siapa yang dijemput ? Yang dijemput adalah para penjemput para pahlawan devisa, para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pulang mudik dari tempatnya kerja di luar negeri.
Mereka pulang ada yang sekedar libur lebaran dan harus kembali pasca lebaran, adapula yang tidak kembali lagi karena kontrak kerjanya di luar negeri habis.
TKI yang kebanyakan adalah tenaga kerja wanita (TKW) dan bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) tersebut pulang ke kampung halaman.
Bukan saja membawa cerita gembira dan uang yang banyak.
Mereka juga membawa harapan bisa membahagiakan keluarga di kampung halaman dan memberdayakan daerah asalnya.
Bagi yang tidak bisa pulang, kebanyakan kiriman uang dan kabar baiknya saja yang datang agar keluarga di desa juga bisa bahagia saat lebaran.
Kebahagiaan itu makin nampak dari wajah-wajah para TKI saat sampai di rumah, melihat rumahnya sudah terbangun bagus, jauh dari sebelumnya.
Ada pula kendaraan yang semuanya dibiayai dari uang hasil kerja di luar negeri, yang dikirim ke kampung halamannya. Demikian halnya usaha ekonomi keluarganya di rumah dan sarana prasarana di lingkungannya juga terbantu oleh mereka.
Kiriman para TKI di desa-desa kantung-kantung TKI sungguh luar biasa besarnya. Kiriman itu adalah devisa, penghasilan dari luar negeri yang dikirim untuk yang tidak kecil jumlahnya dan tidak akan didapat oleh mereka seandainya mereka tidak menjadi TKI.
Itulah bukti kalau pahlawan devisi dapat dijadikan sarana memberdayakan banyak hal di daerah asalnya.
Peran besar para TKI yang demikian itulah yang membuat mereka disebut sebagai pahlawan-pahlawan devisa.