Namun jumlah pekerja Tiongkok tetap berkisar antara 14-16 ribu pekerja dalam periode satu tahun atau sekitar 20-22 persen dari total 70 pekerja asing di Indonesia.
Lebih lanjut dijelaskan Hanif, pekerja asing hanya boleh menduduki jabatan-jabatan tertentu yang terbatas dan bersifat skilled, paling rendah engineer atau teknisi.
“Pekerja kasar tidak boleh dan jika ada maka sudah pasti merupakan pelanggaran. Kalau ada pelanggaran ya ditindak, termasuk tindakan deportasi,“ ujarnya.
Pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia, tetap dikendalikan melalui perizinan dan syarat-sayarat masuk seperti izin kerja dan izin tinggal.
Semua perizinan itu harus diperoleh sebelum pekerja asing itu masuk ke Indonesia dan semua izin itu tak boleh dilakukan oleh individu, tetapi diurus oleh perusahaan yang akan mempekerjakan pekerja asing.
“Jadi bohong besar jika dikatakan akan ada 10 juta pekerja asing asal Tiongkok yang masuk Indonesia. Kemungkinan angka itu diolah dari target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman),“ katanya.
Berdasarkan data yang dhimpun, Menaker mengungkapkan total target kunjungan wisman ke Indonesia pada tahun 2016 sekitar 12 juta.
Target tersebut mengalami peningkatan tiga tahun beruntun, yakni 15 juta (2017), 17 juta (2018) dan 20 juta Wisman di tahun 2019.
Dari total target tersebut, target kunjungan wisman dari Greater China (China, Hongkong, Macau dan Taiwan) sebesar 10,7 juta pekerja.
Rinciannya tahun 2016 sebanyak 2,1 Juta, setahun berikutnya 2,5 Juta, dan meningkat menjadi 2,8 juta di tahun 2018 dan 3,3juta pekerja di tahun 2019.
“Jadi jelas bahwa angka 10 juta pekerja Tiongkok itu angka insinuasi atau angka provokasi karena dalam target kunjungan wisman dr Greater China pun tidak ada angka itu, “ kata Hanif.
Pengirim: Biro Humas Kemnaker